Wednesday, May 30, 2007

BBMWATCH News Release Juni 2007

Harga Motor Gasoline (Mogas) Singapore yang menjadi acuan harga Premium terus mengalami kenaikan. Akibatnya harga Keekonomian Premium pada periode Juni 2007 naik 14,2% menjadi Rp 6.226/ Liter. Tentunya hal ini akan berdampak pada pembengkakkan beban subsidi Dimana Pemerintah telah terlajur menjanjikan tidak ada kenaikan BBM hingga 2009.

Lonjakan juga terjadi pada harga Gasoil Singapore yang menjadi acuan harga Solar. Harga Keekonomian solar Juni 2007 ini kembali naik 10,8% menuju Rp. 5.802/ Liter. Sama halnya dengan Premium, maka beban subsidi solar (sektor transportasi) juga semakin besar.

Hal yang sama juga terjadi pada harga kerosene Singapore sebagai acuan harga minyak Tanah. Harga Keekonomian Minyak tanah pada bulan Juni 2007 naik 8,4% menjadi Rp. 5.855/ liter, akibatnya subsidi minyak tanah juga akan semakin besar hingga mencapai diatas Rp. 3.500/ liternya.

Dengan demikian, bisa dipastikan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) seperti Pertamax dan Pertamax Plus akan kembali naik seiring lonjakan harga Motor Gasoline RON 92 dan 95 di pasar singapore. Berdasarkan perhitungan BBMwatch harga Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamina DEX (Solar Grade Tinggi) pada Juni 2007 nanti diperkirakan berturut-turut sekitar Rp. 6.376, Rp. 6.651, dan Rp. 6.552 per Liternya.

Untuk harga Bahan Bakar Nabati/ Biofuel sesuai dengan harga referensi Biodiesel dan Ethanol bulan Mei-Juni 2007 juga mengalami kenaikan cukup tajam. Diperkirakan harga keekonomian Ethanol (Bio-Premium) dan Biodiesel (Bio-Solar) berturut-turut mencapai angka Rp. 4.934/ liter, dan Rp. 7.685 / Liternya.

Harga LPG Saudi Aramco Contract Prices (Aramco CP) berdasar data akhir Mei 2007 yang dapat menjadi acuan harga keekonomian LPG di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 6.992/Kg.

Harga Minyak Mentah BCI-13 (Rata-rata Harga Minyak Mentah dari 13 Negara Pilihan BBMwatch berdasarkan aspek sensitivitas geopolitik & konsistensi volume produksi) mencapai USD 64.52/ Barrel. Total produksi per Mei dari negara BCI-13 mencapai 50.220.000 barel, sekitar 60% produksi dunia.

Friday, May 25, 2007

Sejarah SPBU Pertama di Dunia

Sumber : Chevron (dimuat dalam BBMWATCH Journal No 26 Vol V 2007)

Lahirnya SPBU
Adalah sebuah era dimana lalu-lintas di Amerika banyak menggunakan kuda ataupun kereta kuda. Setelah ditemukannya minyak dan kendaraan berbahan bakar gasolin maka para pengendara mulai berburu tempat penjualan gasolin seperti toko serba ada ataupun toko besi yang menjual bahan bakar tersebut serta pelumas.

Pada tahun 1907, John McLean seorang manajer penjualan Standar Oil Co (California) di Seattle - kelak menjadi Chevron, mendapatkan ide cemerlang. Ia memasang tangki berkapasitas 30 galon lalu menyambungkannya dengan selang untuk mengalirkan gasolin serta diujung selang ia memasang gelas ukur untuk menakar jumlah gasolin yang akan dijual kepada pembeli. Dengan dilengkapi atap dari kanvas, jalur kendaraan serta meteran untuk mengetahui jumlah bahan bakar yang dijual maka jadilah sebuah SPBU pertama di dunia. Meskipun pada awalnya banyak mendapat perlawanan dari pemerintah lokal karena takut akan bahaya kebakaran namun masyarakat begitu terbuai dengan pelayanan SPBU ini. Tahun 1914, Standard mengoperasikan 34 SPBU dan mereka menyebutnya pada waktu itu dengan istilah berada di 6 kota di California.

Dengan ditambahkannya fasilitas air bersih dan udara bagi ban kendaraan secara gratis maka berkembang menjadi stasiun layanan bahan bakar. Para pemilik kendaraan begitu tertarik mengunjungi SPBU jenis ini karena pemandangan dan model tamannya yang banyak diiikuti oleh seluruh SPBU milik Standard selama Perang Dunia I setelah Presiden Woodrow Wilson meminta warga Amerika untuk menjalankan gerakan taman rumah.

Rival Jarak Jauh
Periode pasca perang merupakan saat yang dramatis bagi pertumbuhan bisnis SPBU perusahaan ini. Akhir tahun 1919, Standard Oil Co (California) memiliki 218 SPBU yang tersebar di Washington, Oregon, California, Nevada serta Arizona yang jumlah ini adalah lebih banyak dari jumlah SPBU 3 perusahaan pesaingnya jika digabungkan. Empat tahun kemudian jumlah SPBU milik perusahaan ini bertambah menjadi 700 unit yang tersebar di lima negara bagian tadi.

Dengan terus meningkatnya sistem jalan raya maka semakin mendorong para pemilik kendaraan untuk bepergian dengan jarak yang jauh. Oleh karenanya Standard menarik para pemilik kendaraan dengan menambahkan fasilitas kenyamanan di SPBUnya seperti ruang istirahat dan air minum dingin saat cuaca panas. Fasilitas lainnya yang ditawarkan adalah pemeriksaan oli dan pembersihan karburator.

One-stop motoring
Standard memperkenalkan Standard Lubrication System yang terdiri dari 31 operasi terpisah dan belasan produk lainnya dengan harga sama di semua SPBU milik Standard pada awal 1928. Dengan terus ditambahkannya berbagai fasilitas layanan seperti pemeriksaan ban, lampu kendaraan, serta baterai kendaraan maka Standard telah mempelopori usaha layanan one stop motoring.

Layanan ini bersamaan dengan didirikannya Standard Stations Inc, sebuah anak perusahaan yang mengoperasikan seluruh fasilitas SPBU pada tahun 1931. Tanda SPBU ini berupa lampu neon berwarna merah, putih dan biru membentuk logo chevron (tanda kepangkatan). Saat Amerika memasuki depresi ekonomi maka Standard mulai fokus pada peningkatan bisnis melalui standarisasi, tampilan menarik dan mudah dikenali, kualitas produk, layanan superior dan beroperasi secara efisien.

Tampilan Harmoni
SPBU milik Standard Oil Co. of California didesain untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Misalnya Standard membangun sebuah SPBU dengan type outdoor untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pegunungan dan alam pedesaan di Amerika Serikat bagian barat.

Setelah Perang Dunia II, perusahaan meluncurkan Program SPBU Chevron di fasilitas yang dioperasikan oleh dealer swasta. Program ini bertujuan untuk memperkuat pengenalan konsumen atas BBM dan brand Chevron. Upaya pemasaran yang dilakukan Standard terus tumbuh pada akhir 1940an saat anak perusahaan ini mengoperasikan 2.360 SPBU Calso (California Standard Oil) di Timur Laut AS. Sepuluh tahun kemudian perusahaan ini mengubah brand SPBU Calso menjadi Chevron.

Pertumbuhan jaringan SPBU terus meningkat pada tahun 1961 saat Standard of Kentucky menjadi anggota keluarga Standard Oil Company of California. Dengan jumlah SPBU mencapai 8.500 unit, Standard of Kentucky terus memimpin persaingan dalam bisnis produk BBM di lima negara bagian yaitu Kentucky, Georgia, Florida, Alabama dan Mississippi.

Logo Kesuksesan
Tahun 1969, 2 tahun setelah dilakukan studi identitas korporat, Standard membuat logo baru berupa dua garis tebal berwarna biru dan merah sejajar menyerupai huruf V dengan kata Chevron diatasnya. Logo ini disebar di seluruh SPBU, pabrik pengepakan, kendaraan, kantor maupun kapal tempat dimana perusahaan ini melakukan usahanya yang mencerminkan tujuan terbaik yang dicapai di masa lalu, kualitas esensial perusahaan, serta menjadi perusahaan energi global di masa depan.

Menggabungkan citra
Tahun 1970an, Standard Oil Co of California memperkenalkan jenis SPBU Hallmark dan Suburban. Desain SPBU Hallmark bercirikan atap yang rata dan bersih dengan garis-garis kontemporer sedangkan SPBU Suburban atapnya mirip dengan bangunan perumahan penduduk.

Dimanapun Standard beroperasi maka yang terbayang adalah perusahaan yang
memberikan citra modern, berorientasi teknis, dan berskala internasional. Keseragaman arsitektur, tata letak, logo perusahaan dan warna memudahkan pemilik kendaraan mengenali SPBU Chevron dan kualitas bahan bakar yang dijualnya. Saat Chevron merger dengan Gulf Corporation maka 3.600 unit SPBU milik Gulf mengadopsi brand Chevron yang bernama ”Hallmark 21”. Saat yang sama ada sejumlah kecil SPBU Gulf yang tetap memakai brand lama untuk mempertahankan konsumennya.

Waktu berganti, meningkatkan standar
Tahun 1988, Chevron meluncurkan program pemasarn retail yang bernama “Commitment to Service Excellence” guna meningkatkan layanan konsumen. Tujuan utama program ini adalah agar dealer Chevron menawarkan produk kualitas tinggi dengan harga yang bersaing, memenuhi waktu operasi, menawarkan sejumlah cara pembayaran, keamanan, akses mudah menuju SPBU, kemudahan mengoperasikan pompa gasolin, kebersihan, SPBU yang menarik serta terang dengan cahaya lampu, juga layanan yang prima.

Untuk mempercepat transaksi di SPBU, Chevron menjadi perusahaan pertama dalam industi ini yang menggunakan jaringan satelit dalam mengelola kartu kredit. Sistem ini dikenal dengan nama Fast Pay yang terdiri dari alat pembaca kartu kredit yang dirancang bergabung dengan pompa gasolin serta dihubungkan dengan satelit yang mengorbit diatas kepulauan Galapagos. Dengan terus berkembangnya inovasi di SPBU maka Chevron telah jauh berkembang dari konsep SPBU awal yang dibangun di Seattle 9 dekade lalu yang belum sepenuhnya memuaskan konsumen.

Apa yang akan dikatakan oleh sang penemu SPBU bernama John McLean jika ia berjalan diantara SPBU Chevron hari ini? Mungkin ia akan berkata, “Isilah kendaraan Anda dengan bahan bakar dari Chevron yang menggunakan Techron (Technology Chevron).”

Bagaimana Formula Harga BBM di Afrika Selatan?

Oleh : Teguh Supriyanto (Executive Editor BBMWATCH Journal)
Sumber : Sasol

Harga bahan bakar minyak terdiri atas sejumlah elemen harga yang terbagi menjadi dua elemen utama yaitu internasional dan domestik. Elemen internasional biasa disebut Basic Fuel Price (BFP) didasarkan pada prinsip kesamaan impor. Dengan kata lain ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh importir Afrika Selatan untuk membeli BBM dari kilang internasional, transportasi dari kilang tersebut, asuransi BBM jika terjadi kerusakan di laut maupun darat saat mencapai pelabuhan Afrika Selatan.

Berikut penjelasan sejumlah istilah penting dalam tata niaga BBM Afrika Selatan :
+ Basic Fuel Price (BFP)
Istilah lainnya adalah In Bond Landed Cost (IBLC) yang pertama kali diperkenalkan tahun 1950an bersamaan dengan berdirinya kilang minyak pertama di Afrika Selatan dan kemudian direvisi tahun 1995 saat komponen harga pasar spot diperkenalkan. Dalam dunia perminyakan yang terus berubah akhirnya diperkenalkan refinery gate price oleh kilang-kilang internasional dan lebih akrab disebut posting. Hal ini membuat harga minyak internasional dalam perdagangan terus berubah sewaktu-waktu. Akhirnya sistem IBLC kehilangan kredibilitas karena tidak mencerminkan harga BBM di level internasional.

Formula The Basic Fuel Price (BFP) menggantikan IBLC yang diberlakukan mulai tanggal 2 April 2003. Formula ini dikembangkan bersama untuk menguntungkan semua pihak antara pemerintah dan industri (diwakili oleh AMEF dan SAPIA). Kedua pihak menyepakati formula baru harga BBM untuk mempertahankan struktur harga kesamaan impor. Formula BFP mencerminkan biaya realistis impor per liter BBM dari kilang internasional disetarakan dengan produk serupa yang sama kualitasnya dari hasil kilang lokal Afrika Selatan.

Harga patokan dalam negeri Afrika Selatan berubah setiap Rabu pertama setiap bulan didasarkan pada pergerakan harga BBM internasional dan fluktuasi nilai tukar rata-rata harian sejak tanggal 26 pada bulan sebelumnya hingga tanggal 25 pada bulan yang menjadi patokan harga (misal untuk menetapkan harga BBM bulan Agustus 2006, digunakan data harga BBM dan nilai tukar sejak tanggal 25 Juni – 26 Juli 2006).

+ Harga Spot Pasar Internasional
Komponen terbesar Basic Fuel Price (harga BBM dasar) adalah harga saat suatu pihak membayar di pasar internasional untuk keperluan impor BBM dengan tujuan Afrika Selatan. Harga BBM FOB (Free on ship’s Board) diberlakukan berdasarkan lokasi, ketersediaan, dan kualitasnya di pasar internasional. Harga Premium FOB Afrika Selatan dihitung dengan formula 50% harga spot pasar Mediterrania untuk Premium Tanpa Timbal dan 50% harga spot pasar Singapore untuk Bensin Tanpa Timbal Oktan 95. Untuk harga FOB minyak diesel digunakan formula 50% harga gasoil pasar Mediterrania dan 50% harga gasoil Arab Gulf ditambah premium di pasar spot.

Biaya Pengiriman untuk membawa BBM ke pelabuhan Afrika Selatan
Komponen biaya kirim dalam BFP mncerminkan biaya perjalanan dari Augusta (Mediterrania), Singapore dan Mina al Ahmadi (Teluk Arab). Dengan porsi 50:50 diharapkan masih mencerminkan harga internasional dalam menetapkan harga FOB untuk BBM yang diimpor. Selain itu dikenakan tariff yang ditetapkan oleh World Scale Association untuk transportasi produk kilang melalui kapal ukuran sedang sampai besar hingga mencapai pelabuhan Afrika Selatan, biaya demurrage setiap 35.000 ton bobot kapal hingga 3 hari, biaya AFRA London Tanker Brokers Panel, serta 15% premi pengiriman bahan bakar ke Afrika Selatan.

+ Biaya Asuransi
Besarnya mencapai 0.15% dari harga FOB dan biaya kirim. Biaya ini untuk menutup asuransi, letter of credit, fee agen dan surveyor, serta biaya laboratorium.

+ Ocean loss allowance
Dalam perdagangan, pengiriman dan asuransi produk minyak internasional kehilangan atau loss sebesar 0.3% sudah dianggap wajar akibat kebocoran atau penguapan. Loss yang dianggap normal ini tidak diasuransikan dan harus diterima oleh pembeli. Sehingga pembeli akan menderita kerugian finansial sebesar 0.3% dari harga FOB, biaya asuransi dan pengiriman.

+ Wharfage (Biaya Bongkar Muat)
BFP memasukkan biaya Wharfage karena ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan Nasional Afrika Selatan yang besarnya mencapai Rand AS 18,72 per kilo liter produk BBM.

+ Penyimpanan Di Pelabuhan
Merupakan biaya penyimpanan dan penggunaan fasilitas di terminal pelabuhan. Biaya dihitung berdasarkan standar internasional yaitu US$3/ton/bulan untuk 25 hari penyimpanan barang atau sama dengan 2.132 sen AS/liter/bulan. Faktor biaya ini terus berubah setiap tahun berdasarkan pergerakan Indeks Harga Produsen pada bulan Juni.

+ Biaya Pendanaan Persediaan
BFP mencantumkan biaya pendanaan selama 25 penyimpanan barang dengan tingkat suku bunga 2% dibawah suku bunga Bank Sentral (Standard Bank of South Africa).

Elemen Domestik
Sebelum mencapai pompa bensin sejumlah faktor biaya domestik seperti biaya transportasi wilayah, pajak pemerintah daerah, margin wholesale dan retail akan dikenakan pada produk BBM.

+ Biaya Transportasi (berdasarkan Zona)
Pada prinsip impor barang, biaya transportasi BBM didasarkan pada pelabuhan terdekat seperti Durban, Port Elizabeth, East London, Mossel Bay, atau Cape Town menuju zona depot. Transportasi menuju zona yang berbeda ditentukan pula oleh jalur transportasi yang paling ekonomis misalnya jaringan pipa (zona C), jalan raya (zona B), dan kereta api (zona A). Setiap daerah pemasaran BBM di wilayah Afrika Selatan memiliki jalur transportasi tertentu yang berbeda.

+ Biaya Antar (berdasarkan Jasa)
Biaya ini untuk mengkompensasi pemasar saat di depot yang meliputi biaya penyimpanan dan pemakaian fasilitas serta distribusi dari depot ke SPBU.

+ Margin Wholesale (Pemasaran)
Biaya ini dibebankan pada harga jual BBM untuk perusahaan minyak yang memiliki brand jenis BBM tersebut. Margin ini dikendalikan oleh pemerintah dan jika ada perubahan akan didasarkan pada tingkat pengembalian aset pemasaran perusahaan minyak tersebut. Formula margin wholesale didasarkan pada hasil audit keuangan perusahaan akuntan berlisensi dan tingkat profitabilitas pemasar wholesale. Tingkat margin dihitung berdasarkan basis industri dan ditujukan agar pemasar mendapatkan hasil 15% dari nilai buku asset terdepresiasi serta tambahan nilai depresiasi tetapi belum memasukkan unsur pajak dan bunga.

+ Margin Retail
Margin retail ditetapkan oleh operator SPBU saat mendistribusikan BBM. Biaya tersebut memasukkan unsur sewa lahan, suku bunga, tenaga kerja, overhead, dan keuntungan. Margin retail mencerminkan efisiensi operator dalam mendistribusikan BBM.

+ Equalisation Fund levy
Pajak Equalisastion Fund besarnya tetap dan diatur oleh Keputusan Menteri Energi dan Mineral yang bekerjasama dengan Menteri Keuangan dengan landasan the Central Energy Fund Act, No 38 of 1977 yang tujuannya adalah untuk mencegah fluktuasi harga BBM dalam negeri yang terlalu tinggi.

+ Pajak Bahan Bakar
Pajak Bahan Bakar ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada bulan April setiap tahunnya.

+ Tarif Bea dan Cukai
Tarif ini diterapkan berdasarkan kesepakatan the Custom Union.

+ Dana Kecelakaan Jalan Raya (RAF)
Dana Kecelakaan Jalan Raya digunakan untuk memberi kompensasi kepada pihak ketiga akibat kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya.

+ Slate levy
Biaya yang dikeluarkan oleh para pemilik kendaraan bermotor untuk perusahaan minyak akibat time delay penyesuaian harga BBM.

Pengaturan Harga BBM di Afrika Selatan
Harga BBM retail diatur oleh pemerintah Afrika Selatan dan berubah bulanan pada Rabu pertama setiap bulannya. Penghitungan harga baru BBM dilakukan oleh Central Energy Fund (CEF) sebagai bagian dari Departemen Energi dan Mineral. Saat Basic Fuel Price (BFP) digunakan oleh pemerintah sebagai harga transfer dari kilang dan pemasaran hingga membentuk harga jual BBM di SPBU, kilang-kilang Afrika Selatan bertindak sebagai pembeli (price taker). Pada posisi ini tidak ada satu kilang pun bahkan pemerintah dapat mengendalikan jika terjadi perubahan harga di level internasional. Artinya kilang lokal Afrika Selatan harus bersaing dengan kilang luar negeri yang jauh lebih besar dan efisien yang berada di Singapura, Mediterrania dan Teluk Arab.

Biaya margin dan transportasi berubah sesuai biaya actual yang disepakati oleh kelompok industri Afrika Selatan dan dihitung dengan formula khusus yang menjamin efisiensi dalam operasi. Perubahan tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh Menteri Energi dan Mineral sebelum diberlakukan menjadi harga jual.

Apa Saja Aktivitas BBMWATCH?

BBMwatch Journal
Boleh dibilang media ini adalah yang pertama di Indonesia yang fokus pada sektor hilir minyak dan gas, bahkan media ini lahir sebelum Pemerintah membentuk badan regulasi pengaturan sektor hilir migas di Indonesia (BPH Migas). BBMwatch Journal disebarluaskan ke seluruh Indonesia dengan sasaran pembaca mulai dari kalangan aktivis, akademisi, media, birokrat pusat dan daerah hingga kalangan praktisi dan pengusaha retail migas/ Pengusaha BBM.

Dalam perkembangannya, content Jurnal berkembang mulai dari bedah kebijakan dan niaga BBM/ SPBU, studi banding sistem dan kebijakan sektor hilir migas di negara luar, publikasi riset internal/ kerjasama seputar distribusi BBM, dan lain sebagainya.

Semua dilakukan melalui penelusuran data dan informasi yang kemudian diolah oleh para editor kami yang memiliki latar belakang peneliti ekonomi di ITB serta pengamat langsung pada kegiatan sektor hilir minyak dan gas bumi baik di Indonesia bahkan manca negara.

Hingga kini BBMwatch Journal telah memasuki tahun ke 5. Jurnal ini secara swadaya didukung melalui pemasangan iklan, penjualan/ berlangganan, kerjasama riset dan survey dengan Pemerintah/ badan usaha hilir migas serta ditopang oleh bantuan dana oleh Unit-Unit Bisnis BBMwatch atau para pendiri BBMwatch.

BBMwatch News dan BBMwatch.com
Dalam perkembangannya, BBMwatch journal kemudian didukung oleh 2 (dua) media elektronik, BBM-watch.com (dalam pembangunan) dan BBMwatch News. BBM-watch.com adalah sebuah media online yang pokok pembahasannya lebih mendalami bidang bisnis/ usaha SPBU serta Analisis Harga BBM (versi beta BBMwatch.blogspot.com). Tujuannya adalah agar publik bisa bisa mendapatkan Informasi & edukasi seketika baik dalam format berita, data, maupun informasi produk-produk terkait dengan bidang BBM umumnya dan SPBU khususnya. Media ini juga menjadi sarana interaksi komunitas di bidang BBM dan SPBU.

Disamping itu BBMwatch juga menerbitkan BBMwatch News. Media ini hanya diterbitkan dalam versi elektronik (format HTML dan Pdf) yang fokus pada isi mengenai ulasan dan analisis prakiraan harga keekonomian Minyak, BBM, Biofuel dan LPG serta mengupas juga Perbandingan harga BBM Indonesia dengan negara luar. Sekali lagi bahwa misi dari media ini adalah untuk memberikan perhitungan pembanding dan juga sebagai buffer (penyangga) dari perhitungan Pertamina dan Pemerintah seperti halnya jurnal, namun bersifat online. Media ini terbuka untuk semua Pengusaha BBM/ SPBU, Industri, Badan Usaha yang terkait dengan sektor ini.

BBMwatch Research
BBMwatch Research menjadi lembaga independen untuk riset, monitoring, dan survey sektor hilir minyak dan gas bumi pertama di Indonesia.

BBMwatch Research merupakan salah satu layanan utama dari BBMwatch Indonesia dalam mengantisipasi kebutuhan akan tenaga peneliti dan surveyor dengan tarif ekonomis namun tetap menjaga kualitas. BBMwatch Research berpengalaman dalam menyediakan jasa survey yang ekonomis dan berkualitas melalui kerjasama dengan Badan/ Perusahaan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Berikut beberapa portofolio riset dan survey yang pernah BBMwatch Research lakukan dalam 3 (tiga) tahun terakhir:
+ Monitoring dan Riset Sistem dan Indikasi Penyalahgunaan Distribusi Minyak Tanah, 2005
+ Riset Kebijakan Ekonomi Penghapusan Subsidi BBM, 2005
+ Riset Sistem Benchmark dan Perbandingan Harga BBM Internasional, 2005-2006
+ Riset Potensi Pasar Niaga Retail BBM di Indonesia, 2005
+ Riset Kebijakan Energi dan Aspek Geopolitik Energi Global, 2006
+ Riset Kebijakan Penanggulangan Kelangkaan BBM, 2006
+ Survey Perilaku Konsumen dan Lembaga Penyalur BBM, 2005
+ Riset, Survey Kebutuhan Rasional BBM Pada Sektor Perairan, 2005
+ Riset, Survey dan Uji Efektivitas Sistem SDS pada transportasi BBM ke SPBU, 2006
+ Riset & Pembangunan Sistem Informasi Geografis Pangkalan Minyak Tanah Jakarta, 2006
+ Survey Moda Transportasi LPG dan Pengembangan Biofuel, 2006
+ Riset, Survey dan Penilaian Indeks GDV 300 SPBU, 2006
+ Sosialisasi Penghapusan Subsidi BBM di 9 (Sembilan) Kota, 2006
+ Sosialisasi Pemanfaatan LPG sebagai alternatif Minyak Tanah di 5 (Lima) Kota, 2006
+ Sosialisasi Pengembangan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) di 5 (Lima) Kota, 2006

Divisi ini memiliki jaringan simpul BBMwatch yang tersebar hingga tingkat Kabupaten/ Kota di Indonesia meliputi Simpul Sumatera Bagian Utara (Aceh dan Sumut), Sumatera Bagian Tengah (Sumbar dan Riau), Sumatera Bagian Selatan (Jambi, Bengkulu, Babel, Sumsel, Lampung), DKI Jakarta dan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jogjakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, serta Simpul Irian Jaya Barat.

BBMwatch on Oil Business
Untuk lebih mengaplikasikan pemahaman akan sektor perminyakan maka BBMwatch Indonesia juga membangun beberapa bisnis rill di sektor ini. Diantaranya melalui pendirian SPBU. Namun untuk menjaga profesionalisme dalam hal manajemen pengelolaan, maka unit-unit bisnis yang sedang atau akan dikembangkan BBMwatch dikelola oleh manajemen terpisah. Hal ini juga untuk menghindari benturan konflik kepentingan BBMwatch selaku media & lembaga riset di sektor hilir perminyakan.

Thursday, May 24, 2007

Sosialisasi Produk BBM Baru di Arab Saudi

Oleh : Teguh Supriyanto (Executive Editor BBMWATCH Journal)
Sumber : www.9195.info

Pada akhir Desember 2006 lalu, Mohammed S Gusaier, Wakil Presiden Saudi Aramco untuk Operasi Distribusi dan Terminal mengumumkan bahwa perusahaannya telah menyelesaikan persiapan produksi, pengelolaan serta penyimpanan dua jenis BBM baru di fasilitas yang terletak di Provinsi Timur, Tengah dan Barat negeri tersebut.

Gusaier menyatakan bahwa upaya ini berisi penyiapan untuk tahap produksi dan pengiriman gasoline beroktan 91 yang dikenal dengan brand Premium 91 yang akan didistribusikan ke seluruh SPBU di Arab Saudi dan siap dijual pada tanggal 1 Januari 2007. Selain itu diperkenalkan pula BBM jenis baru lainnya yang beroktan 95 dan dikenal dengan brand Premium 95. Proyek ini telah meningkatkan kapasitas distribusi BBM di Arab Saudi untuk memenuhi kebutuhan hingga 2015.

85 persen kendaraan di Arab Saudi menggunakan BBM jenis baru
Gusaier pun menjelaskan bahwa keputusan memproduksi dan mendistribusikan BBM jenis Premium 91 merupakan hasil studi yang dilakukan Saudi Aramco yang menyimpulkan bahwa 85% kendaraan di Arab Saudi didesain untuk menggunakan BBM baru yang beroktan lebih rendah. BBM baru yang beroktan tinggi memerlukan biaya lebih mahal untuk memproduksinya dan hanya akan menambah beban pengeluaran konsumen tanpa memperoleh benefit tambahan atas kinerja kendaraan.

Pejabat Manajemen Proyek Saudi Aramco mengatakan bahwa fasilitas industri untuk proyek produksi, pengelolaan dan distribusi BBM jenis baru meliputi 23 area milik Saudi Aramco yang tersebar di berbagai daerah di Arab Saudi. Fasilitas itu berisi antara lain 18 petroleum bulk plant, 4 kilang dan 1 terminal maritim.

Departemen Manajemen Proyek menegaskan bahwa jadwal penerapan begitu pendek sekitar 6 bulan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Saudi Aramco menyerahkan proyek kepada 3 perusahaan konsultan lokal yang mampu bekerja dengan tenggat waktu 365.000 jam kerja dalam mendesain dan mendukung proyek tersebut.

Dukungan dari kontraktor dan pemasok lokal
Saudi Aramco telah mengkonsolidasikan order pembelian peralatan proyek dari perusahaan lokal yang mencapai 85% dari seluruh material dan peralatan yang diperlukan namun didalamnya tidak termasuk sistem kendali dan manajemen otomatis untuk fasilitas distribusi. Kontrak pembangunan diserahkan kepada 8 perusahaan lokal Arab Saudi yang mencakup seluruh komponen konstruksi proyek.

Kelompok kerja Saudi Aramco mengelola pekerjaan dari mulai penyiapan hingga menghadapi sejumlah tantangan utama proyek seperti ketatnya jadwal kerja, daerah terpencil, dan kesulitan dukungan logistik serta kondisi pekerjaan yang tidak mendukung operasi seperti terbatasnya kontraktor pembangunan tangki dan jumlah pekerja.

Meskipun banyak tantangan, Departemen Manajemen Proyek tetap menegaskan bahwa kenyataannya pekerjaan konstruksi selesai sebelum jadwal. Kontraktor proyek pun merekrut pekerja dengan standar Saudisasi, artinya minimal 18% pekerja proyek ini harus berasal dari Arab Saudi atau orang Arab. Catatan keselamatan program proyek ini menunjukkan hasil yang impresif dimana dibutuhkan waktu kerja selama 14 juta jam tanpa menimbulkan kecelakaan yang bisa menghambat proyek ini.

51% SPBU di Arab Saudi tidak perlu modifikasi
Departemen Penjualan Domestik dan Dukungan Teknis Saudi Aramco telah menyelesaikan sebuah studi yang dimulai sejak lebih dari 3 tahun lalu dengan obyek studi meliputi seluruh SPBU di Arab Saudi guna menilai kesiapan fasilitas mereka dalam menerima BBM jenis baru.

Hasil survei menunjukkan bahwa SPBU dan kemampuan peralatan mereka telah siap menerima SPBU jenis baru. Hasil survei pun menyimpulkan bahwa lebih dari 51% SPBU tidak perlu modifikasi.

Saudi Aramco pun mengadakan pertemuan dengan seluruh pemilik SPBU untuk mensosialisasikan produk BBM jenis baru serta kondisi teknis yang diperlukan dalam menjual BBM baru tersebut. Para pemilik SPBU tersebut pun diberi informasi mengenai hasil survei yang telah dilakukan untuk menentukan jumlah konsumen (porsi pasar) yang bisa membeli BBM jenis baru tersebut.

Penghematan lebih dari Saudi Riyal 2.2 miliar
Pejabat Saudi Aramco mengatakan sesuai hasil survei kepada para pemilik SPBU bahwa 85% kendaraan di Arab Saudi didesain untuk memakai Premium 91 dan kalaupun kendaraan tersebut memakai Premium 95 hanya akan menambah pengeluaran tak berarti bagi konsumen. Studi yang dilakukan Saudi Aramco menunjukkan jika permintaan Premium 91 mencapai 75% dan Premium 95 mencapai 25% maka konsumen akan menghemat Saudi Riyal 2.2 miliar.

Jumlah SPBU di Arab Saudi yang siap memasarkan dua jenis BBM baru tersebut mencapai 78% dan sisanya tidak mampu karena alasan teknis, diantaranya akibat terbatasnya lahan untuk tangki terpisah dalam menyimpan dan menjual dua jenis BBM tersebut
Faisal Al-Muaigel, manajer Departemen Penjualan Domestik dan Dukungan Teknis memberikan kebijakan waktu 4 bulan bagi pemilik SPBU untuk melakukan studi pasar serta jumlah BBM yang diperlukan untuk dijual sebelum akhirnya mereka menyepakati kontrak kerja penjualan dengan Saudi Aramco.

Kampanye peduli atas produk baru
Departemen Hubungan Masyarakat Saudi Aramco telah melakukan kerja mendorong kepedulian bagi publik. Ziyad Alshiha, Manajer Departemen Humas mengatakan bahwa Fase I kampanye ini dimulai dengan peluncuran website www.9195.info dalam dua bahasa yaitu Arab dan Inggris yang berisi seluruh informasi mengenai dua jenis BBM baru ini serta langkah-langkah guna mengenali nilai oktan BBM yang diperlukan bagi kendaraan. Web ini pun berisi fitur FAQ, press release perusahaan yang terkait dengan BBM ini dalam bahasa Arab dan Inggris, serta data-data pendukungnya.

Alshiha juga menyebutkan bahwa dalam fase ini juga berisi pusat layanan konsumen yang dikelola oleh Departemen Penjualan Domestik dan Dukungan Teknis guna menanggapi pertanyaan konsumen mengenai BBM baru tersebut, kecocokannya dengan kendaraan dan pertanyaan lain yang terkait dengan isu tersebut. Saluran bebas pulsa (toll free) juga disiapkan dengan nomor 800-124-9195 untuk menanggapi komunikasi konsumen dengan pusat informasi mengenai BBM baru ini. Kampanye BBM baru ini pun ditampilkan dalam running text berita di berbagai saluran TV yang tujuannya untuk mendorong publik mengunjungi website dan menghubungi toll-free.

Liputan media
Alshiha mengatakan bahwa untuk Fase II kampanye akan fokus pada promosi Premium 91 dalam berbagai media, baik cetak dan elektronik serta pendirian berbagai kios informasi di kota-kota besar dan kawasan lainnya di Arab Saudi. Talk show di TV pun diselenggarakan dengan mengangkat tema keunggulan produk baru ini, strategi pemasaran, dan prosedur perlindungan konsumen atas BBM baru ini.

Materi pendidikan terkait produk BBM ini pun dikirim ke seluruh SPBU di Arab Saudi. Materi berbentuk poster dan kartu saku dalam 4 bahasa bagi pekerja SPBU untuk menjawab semua pertanyaan seputar BBM baru ini serta gambar model pompa bensin untuk BBM baru ditambah pamflet bernuansa pendidikan yang bisa dibawa pulang oleh pengendara saat mengisi bahan bakar.

Saudi Aramco pun mengundang perwakilan lembaga pemerintah dan akademik untuk berpartisipasi bersama pejabat perusahaan dalam diskusi interaktif di TV terkait tema ini.

Beberapa waktu yang lalu Saudi Aramco mengundang wakil lembaga pemerintah pada suatu event di Al-Khobar, Riyadh dan Jedah untuk menjelaskan kepada mereka mengenai rincian proyek, menampung opini serta tanggapan mereka. Saudi Aramco menganjurkan kepada pemerintah agar mengganti semua bahan bakarnya dengan Premium 91 jika secara persyaratan memungkinkan.

Sunday, May 20, 2007

Manajemen BBMWATCH

Berikut susunan manajemen level pertama BBMwatch Indonesia sesuai dengan komposisi awal pada saat BBMwatch Indonesia didirikan pada April 2002.

+ Arulan Hatta (Teknik Pertambangan ITB, Lulus 2001)
Direktur Eksekutif & Kepala Unit Riset dan Kerjasama

+ Madian Hatta (Geofisika ITB, Lulus 1999)
Supervisi & Kepala Unit Pengembangan Bisnis Hilir Migas

+ Teguh Supriyanto (Politeknik ITB, Lulus 2000)
Kepala Unit Basis Data & Media Informasi

Contact Us:
Alamat : Jl. Tebet Dalam IF No. 4 Jakarta Selatan, Indonesia.
Telp/ Fax : 021-83785051
Email : bbmresearch@telkom.net
No. Rekening : 124-000-446-0789 a/n: BBMwatch Indonesia (Bank Mandiri Saharjo)
No. ISSN : 1412-8578
No. NPWP : 02.479.276.4-015.00 (Lembaga Riset dan Pengembangan)
Notaris : Irma Rachmawati, SH

Sejarah Singkat BBMWATCH

BBMwatch Indonesia didirikan di Bandung tahun 2002 oleh beberapa aktivis & peneliti muda ITB yang tergabung dalam Kelompok Studi Ekonomi dan Pasar Modal ITB (KSEP-ITB).

Lembaga ini berawal dari keinginan memberikan second opinion terhadap perhitungan Pemerintah dan Pertamina dalam penetapan dan perhitungan harga BBM yang telah disesuaikan dengan harga BBM patokan Internasional (MOPS)/ harga keekonomian BBM. Untuk menyebarluaskan informasi tersebut, maka BBMwatch Indonesia meluncurkan website BBMwatch.com (Awal 2002).

Sedangkan untuk mengakomodir publik yang belum terlalu familiar dengan internet, BBMwatch menerbitkan media cetak BBMwatch Journal (sesuai ISSN disebutkan sebagai majalah seputar BBM dan Sektor Hilir Minyak dan Gas Bumi dengan format ilmiah populer).

BBMwatch Indonesia tercatat di akte notaris Irma Rachmawati, SH Bandung.

Saturday, May 5, 2007

KARTUN HEMAT BBM


Sorry, Under Construction!

NON OPEC


Sorry, Under Construction!

OPEC


Sorry, Under Construction!

Malaysia

BBMwatch melanjutkan perjalanan ke Malaysia untuk melakukan kajia perbandingan harga BBM. Beberapa SPBU yang dikunjungi diantaranya SPBU milik Caltex di depan salah satu Mall dan milik Mobil Oil yang berlokasi di sebuah Terminal Angkutan.

Singapore: Platts & Argus

Foto Ini diambil pada saat BBMwatch Indonesia mendapat undangan untuk berdiskusi dengan Platss Singapore dan Argus Media Limited tentang Harga BBM Patokan Internasional. Disela-sela kesibukan tersebut, BBMwatch menyempatkan diri untuk memantau langsung beberapa SPBU yang ada di Singapore seperti SPBU milik Shell dan SPC (Pertaminanya Singapore).

Sosialisasi Subsidi BBM

Disparitas Harga Biang
Keladi Kelangkaan Minyak Tanah
(Dimuat di MinergyNews.Com)

Meski pasokan dari Pertamina lebih dari cukup, namun kelangkaan minyak tanah masih terus terjadi. Penyebabnya, karena disparitas harga masih tinggi.

Menurut Direktur Eksekutif BBM Watch, Arulan Hatta, kenaikan harga BBM 1 Oktober lalu makin memperlebar disparitas harga minyak tanah bersubsidi dengan industri atau BBM jenis lainnya. Sehingga potensi penyalahgunaan juga makin besar. Akibatnya, terjadi kelangkaan minyak tanah.

"Karena disparitas harga yang cukup besar, minyak tanah seperti ditelan siluman yang sulit untuk dideteksi apalagi ditangkap karena juga disinyalir banyak melibatkan oknum aparat," kata Hatta hari ini (5/10) di Jakarta.

Meski harga minyak tanah sudah dinaikkan dengan prosentase di atas seratus persen, yaitu dari Rp 700 per liter menjadi Rp 2.000 per liter, namun disparitas harga dengan minyak tanah untuk industri dan BBM jenis lain semakin lebar.

Hatta memaparkan, dibanding dengan harga minyak tanah industri, disparitas harga minyak tanah rumah tangga sekitar Rp 4.400 per liter. Dengan solar di SPBU sekitar Rp 2.300 per liter, dengan premium sekitar Rp 2.500 per liter dan dengan solar industri sekitar Rp 4.400 per liter.
Begitu juga dibanding dengan rata-rata harga minyak tanah di Kamboja, Filipina, Thailand dan Vietnam, disparitas harga sekitar Rp 3.675 per liter.

Dengan disparitas harga yang sedemikian tinggi itu, ujar Hatta, penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi yang diperuntukkan untuk rumah tangga berpotensi sedemikian besar. Penyalahgunaan ini salah satunya untuk dioplos dengan BBM jenis lain.
Pengawasan dan Pengaturan Lemah
Dengan potensi penyalahgunaan yang sedemikian besar itu, fungsi pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting. Namun sayangnya, sambung Hatta, fungsi pengaturan dan pengawasan distribusi BBM yang menjadi tugas Badan Pengatur Hulu Migas (BPH Migas) belum dijalankan dengan semestinya.

"Belum ada langkah yang signifikan dari BPH Migas dalam melakukan pengaturan dan pengawasan minyak tanah khususnya untuk daerah-daerah yang berpotensi terjadinya kelangkaan BBM dan daerah-daerah terpencil," kata Hatta.

Dengan kondisi seperti ini, dia khawatir, jika tugas public service obligation (PSO) dari Pertamina dicabut akan terjadi kekacauan (chaos) yang dapat bermuara pada krisis BBM jilid II.

”40 persen penduduk termiskin hanya menikmati subsidi sebesar 20 Trilyun dari total 113 Trilyun Subsidi BBM”
(Dimuat di NU Online)

Ketua PBNU H. Andi Jamaro Dulung menilai bahwa tak ada keadilan dalam subsidi BBM saat ini karena golongan menengah dan kaya masih menikmati subsidi BBM dengan harga premium 4.500 rupiah sementara harga tersebut sudah terlalu berat bagi rakyat miskin.

“PBNU sebenarnya setuju kenaikan harga BBM, tapi hal tersebut hanya diberlakukan bagi golongan menengah dan kaya sementara rakyat miskin tetap di subsidi dengan menggunakan manajemen kartu elektronik,” tandasnya dalam acara Siraman atau silaturrahmi Ramadhan yang diadakan oleh PP IPNU di Gd .PBNU, Rabu.

PBNU bekerjasama dengan Muhammadiyah dan Yayasan Anak Bangsa Indonesia (YABI) telah mengusulkan sistem pengontrol subsidi dengan sistem elektronik. Dengan penggunaan kartu tersebut dapat dikontrol distribusi BBM dari hulu sampai ke konsumen akhir sehingga mengurangi kemungkinan adanya penyelundupan dan penimbunan.

Konsep yang diusulkan tersebut saat ini serupa dengan konsep yang diterapkan dalam distribusi minyak tanah yang saat ini tengah diujicobakan di daerah Tangerang. Masing-masing penduduk mendapatkan kartu kendali BBM yang dapat digunakan untuk membeli minyak tanah sesuai dengan jatah di pangkalan.

Sementara itu staff ahli kementrerian ESDM Dr. Hardi Prasetyo APU mengungkapkan bahwa cadangan minyak di Indonesia hanya sekitar 5 Milyar barel. Dengan eksploitasi sekitar 1.1 juta barel per tahun, maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu 12 tahun. Karena itu pengurangan subsidi dalam bentuk BBM harus dikurangi.

Ahli geologi tersebut mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki banyak sumber energi alternatif yang jumlahnya lebih besar daripada minyak cadangan gas yang dimiliki Indonesia dua kali lipat dari minyak sedangkan cadangan batu bara tiga kali lipatnya. Bahkan Indonesia memiliki sumber energi panas bumi yang jumlahnya mencapai 40 persen di dunia. “Sumber energi alternative ini harus dikembangkan sebagai pengganti energi minyak bumi,” tandasnya.

Direktur Ekskutif BBMWatch Arulan Hatta yang juga menjadi narasumber menyatakan bahwa dari subsidi BBM pada tahun 2005 yang mencapai 113 Trilyun, sebanyak 93 Trilyun dinikmati oleh penduduk menengah ke atas sedangkan 40 persen penduduk termiskin hanya menikmati subsidi sebesar 20 Trilyun.

Kondisi tak adil ini harus dirubah dengan sistem subsidi yang lebih mengena pada masyarakat bawah seperti pemberian subsidi dalam bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya. Ia juga menyatakan setuju dengan adanya kenaikan BBM karena harga minyak dunia sedang naik, namun tidak dalam persentase yang sedemikian tinggi.

Tahun Depan, Harga (Keekonomian) Premium Mungkin Capai 5-6 Ribu
(dimuat di Yogyakarta CyberNews).

Melihat perkembangan harga minyak mentah yang masih enggan turun dewasa ini, maka ada beberapa kemungkinan pada tahun 2006. Yaitu harga BBM akan tetap jika asumsi harga minyak tetap US $ 57/barrel.

Jika harga minyak di atas harga tersebut, maka harga BBM untuk jenis premium dan solar akan segera disesuaikan dengan harga ekonomisnya yaitu 5 sampai 6 ribu per liter.
Sedangkan harga minyak tanah belum akan sampai pada harga ekonomisnya atau katakanlah baru di tahun 2007/2008 minyak tanah akan bisa mencapai harga keekonomiannya.

Prediksi tersebut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif BBM Watch Research Jakarta, Arulan Hatta, pada diskusi terbuka mengenai harga BBM yang wajar dengan topik ''Merubah Paradigma Subsidi dari Subsidi Produksi Menuju Kompensasi'', di auditorium Fisipol UGM Yogyakarta.

Menurut Arulan, jika harga minyak mentah turun hingga US $ 40 per barrel, maka harga BBM juga akan tetap. Namun jika negara dapat menekan subsidi BBM semestinya dana kompensasi BBM dapat lebih besar, sebesar penurunan subsidi tersebut.

Dikatakan, bahwa menentukan harga BBM yang wajar sangatlah relatif. Pertimbangannya harus sangat komprehensif baik dari sisi ekonomi, sosial, bahkan pertimbangan perkembangan ketersediaan energi ke depan.

Harga BBM yang wajar adalah yang masyarakat masih mampu menjangkaunya, namun tidak memberatkan keuangan negara. Itulah salah satu upaya win-win solution.
Pada beberapa negara berkembang yang cenderung menuju negara maju mulai membawa harga BBM-nya pada suatu tingkat harga yang ekonomis. Namun dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat.

Itupun yang diimbangi sebuah kompensasi yang lebih menyentuh kebutuhan hidup lapisan masyarakat secara langsung dan tepat sasaran. ''Model harga patokan terkendali adalah yang paling cocok diterapkan di Indonesia ke depannya.'' Demikian menurut Arulan Hatta.

Mencermati Langkah Pemerintah Mempercepat Konversi Minyak Tanah ke Elpiji Dikalangan Rumah Tangga. (Resume)

(Diskusi Interaktif Radio Elshinta dengan Direktur Eksekutif BBMwatch Research, Arulan Hatta)

Pemerintah akhirnya menunjuk Pertamina sebagai pelaksana konversi minyak tanah ke elpiji, kendati pemerintah masih membuka kesempatan kepada badan usaha lain untuk masuk ke bisnis tersebut. Seperti diketahui sebelumnya pemerintah akan mempercepat program konversi minyak tanah ke elpiji yang semula direncanakan dalam waktu enam tahun akan dipercepat menjadi empat tahun. Hal itu terungkap dalam pertemuan Wakil Presiden bersama jajaran Direksi Pertamina di kantor Pusat Pertamina di Jakarta kemarin.

Menurut Kepala Divisi Humas Pertamina, Toharso, percepatan konversi minyak tanah rumah tangga ke elpiji itu merupakan keharusan yang diharapkan mampu mengurangi subsidi yang diberikan kepada minyak.

Menurut Arulan, meski konversi minyak tanah ke elpiji kurang ideal, namun kebijakan tersebut nampaknya memang harus dilakukan oleh pemerintah, dimana sebelumnya ada empat skenario yang sebelumnya menjadi pertimbangan pemerintah. Antara lain adalah kedua jenis bahan bakar minyak, yakni elpiji dan minyak tanah beberapa tahun ke depan tidak akan disubsidi kembali, namun skenario tersebut nampaknya belum dapat terealisasi karena emerintah akhirnya mempercepat konversi minyak tanah ke elpiji.

Arulan juga berpendapat, rencana pemerintah yang akan melakukan konversi minyak tanah ke elpiji masih banyak mengalami kelemahan. Salah satu yang harus dicermati oleh pemerintah atas kebijakan konversi tersebut, antara lain dampak sosial terhadap masyarakat. Setidaknya ada sekitar 45.000 orang di Jakarta khususnya yang akan terkena dampak konversi minyak tanah ke elpiji.

(Beberapa materi diskusi interaktif Direktur Eksekutif BBMwatch di radio elshinta tentang kebijakan energi nasional, penegakan Undang-undang migas, Harga Eceran Minyak Tanah, dll masih dikumpulkan)

Belajar Dari Krisis BBM Philipina

(Oleh: Arulan Hatta, Direktur Eksekutif BBMwatch Indonesia, dimuat di Koran Tempo)

1. Pendahuluan
Lonjakan harga minyak yang terjadi sejak minggu pertama april 2005, telah memberikan implikasi yang sangat luas terhadap stabilitas ekonomi, politik dan keamanan masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia dan Filipina. Tulisan ini berupaya menggambarkan kondisi yang terjadi di Filipina, agar dapat diperoleh benang merah yang bisa jadikan pelajaran bagi kita dalam upaya keluar dari krisis BBM berkepanjangan.

Jauh sebelum Indonesia, pemerintah Filipina telah mengeluarkan berbagai kebijakaan strategis, upaya dan langkah nyata sebagai solusi jangka pendek, menengah dan panjang, termasuk di dalamnya pembenahan instrumen regulasi terkait keamanan pasokan BBM serta penghematan dan diversifikasi energi. Jadi, gejolak harga BBM di Filipina telah mendahului situasi "krisis Energi-BBM" di Indonesia antara bulan Juli-September 2005.

2. Filipina Negara Pengimpor Migas
Filipina sebagai salah satu negara di kawasan ASEAN dengan jumlah penduduk sekitar 80 juta jiwa, perekonomian negaranya sangat rentan terhadap adanya kenaikan harga minyak mentah yang tinggi di pasar global. Dapat dipahami karena Filipina sudah sangat tergantung pada impor minyak mentah (net importer oil) , yang saat ini mencapai sekitar 373.000 barel per hari (bph). Jumlah ini kira-kira mendekati impor untuk minyak Indonesia tahun 2005 yaitu 400.000 bph dan ditambah dengan BBM sebesar 330.000 bph.

Sektor Migas di Filipina telah diregulasi melalui Oil Deregulation Law Republic Act No. 8479 yang diberlakukan sejak tahun 1998 pada Pemerintahan Fidel V. Ramos. Di bawah Oil Deregulation Law pemerintah Filipina tidak boleh mengintervensi pasar baik melalui harga, maupun ekspor dan impor produk minyak, atau mengembangkan retail outlets (SPBU), depot penyimpan, fasilitas penerimaan-laut dan pengilangan. Undang-undang ini dirancang untuk menekan fluktuasi atau volatilitas dari harga minyak dan sekaligus menghapuskan subsidi harga BBM .

Dalam kaitan ini UU Deregulasi Hilir Migas Filipina dipersepsikan telah menghilangkan kontrol pemerintah terhadap harga yang ditentukan pada industri minyak. Berdasarkan UU tersebut harga minyak dapat naik dan turun pada tingkat pasar (market level) atau harga ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces).

Sebelum ketentuan tersebut berlaku maka di bawah suatu Deregulasi Lingkungan (Environment Deregulation) pemerintah Filipina membentuk suatu mekanisme Dana untuk Menstabilkan Harga Minyak (oil price stabilizing fund OPSF), yang digunakan sebagai instrumen untuk mensubsidi harga BBM. Di samping itu perusahaan minyak harus memiliki persetujuan Pemerintah bila akan menaikkan harga BBM.

Berdasarkan Memarundum No. 2001 perusahaan minyak diwajibkan untuk melaporkan kepada Pemerintah melalui Departemen Energi sedikitnya sehari sebelum diberlakukannya rencana penyesuaian tarif.

3. Implikasi Kenaikan Harga Minyak
Merespon kenaikan harga minyak mentah tersebut, industri minyak utama (major oil industry) di Filipina telah menaikkan harga BBM jenis premium, minyak diesel, dan LPG sekitar 75-centavo. Sebagai informasi seperti halnya Indonesia, dalam perhitungan harga BBM di Filipina mengacu dengan rata-rata Mean of Platts Singapore (MOPS), namun diterapkan secara menyeluruh tidak terbatas hanya sektor Industri.

Kenaikan harga BBM di Filipina pada bulan April tersebut selanjutnya telah menimbulkan dampak berganda (multiplier effect). Pada tanggal 18 April 2005 terjadi pemogokan nasional sektor transporsi umum yaitu jeepney dan bis di Filipina dengan kekuatan sekitar 250.000 pengemudi dan operator. Untuk memprotes kenaikan harga BBM (gasoline, LPG, Kerosene, Diesel), sekaligus menuntut kenaikan tarif angkutan. Pemogokan telah mengakibatkan kelumpuhan 70-90% transportasi umum di beberapa kota besar, seperti Metro Manila.

Kenaikan harga BBM tersebut diikuti dengan kenaikan harga barang-barang dan jasa dalam jumlah yang cukup signifikan, yang pada akhirnya meningkatkan inflasi sekitar 0,03-0,01% dan menghambat perkembangan ekonomi.

Momentum kenaikan harga BBM di Filipina ini juga digunakan sebagai alat politik oleh kelompok oposisi terhadap kebijakan sektor migas yang telah diregulasi melalui Oil Deregulation Law Republic Act No. 8479, sejak tahun 1998. UU tersebut dipersepsikan sebagai penyebab, kenaikan harga BBM yang sangat signifikan, dan Pemerintah terkesan tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan harga.

Kelompok oposisi selanjutnya telah mengumpulkan sejuta tanda tangan untuk diserahkan ke Mahkamah Agung Filipina dengan tuntutan agar Oil Deregulation Law Republic Act No. 8479 tersebut dibatalkan atau diamandemen.

Sebenarnya deregulasi sektor migas diharapkan di satu sisi akan menciptakan iklim kompetisi yang adil bagi para pemain sektor perminyakan, selanjutnya dapat menekan harga BBM agar lebih efisien. Namun, di sisi lain ternyata pemerintah kurang cukup kuat dalam mengelola dan mengendalikan harga BBM.

Sementara itu upaya untuk mensubsidi kembali harga BBM pada konsumen dinilai kontraproduktif, dan akan semakin memperburuk keadaan. Karena pemberian subsidi harga BBM akan menyebabkan jumlah pasokan kembali meningkat seperti sebelum terjadinya krisis.
Kenaikan harga BBM ini juga telah menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif.

Karena perusahaan minyak dituduh telah melakukan praktek kartel, kolusi dan menaikkan harga secara berlebihan. Akhirnya diusulkan agar Departemen Energi dan Departemen Kehakiman Filipina segera melakukan audit keuangan pada perusahaan minyak utama, melalui Commission of Audit (COU).

4. Upaya Filipina Keluar dari Krisis BBM
Secara umum solusi nyata untuk mengatasi krisis energi-BBM di Filipina jangka pendek, menengah dan panjang antara lain: (1) diterapkan empat hari kerja (four-week days) sejak April 2005 yang merupakan penghematan energi (energy-saving) jangka pendek ; (2) tahun 2007 mengharuskan perusahaan minyak untuk memproduksi BBM dengan 10% kandungan etanol; (3) merubah pembangkit listrik berbahan bakar minyak dengan energi alternatif antara lain panas bumi, batubara, dan energi terbarukan.

Untuk mengurangi dampak kenaikan harga minyak dunia pemerintah Filipina melalui program kemandirian energi (energy independence program) akan mengembangkan dan mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan seperti solar dan angin, serta mempromosikan energi alternatif seperti ethanol diesel , coco diesel , dan lain-lain.

Di samping itu, Presiden Arroyo telah menyiapkan suatu rencana kontijensi (contingency plan), untuk menjajaki opsi yang harus diambil Pemerintah Filipina terhadap kemungkinan terjadinya kembali kenaikan harga minyak yang berkelanjutan di pasar internasional. Rencana kontijensi ini bertujuan untuk menyelaraskan resiko ketergantungan Filipina terhadap beberapa tingkat harga minyak.

Salah satu bagian penting dari rencana kontijensi tersebut adalah untuk memastikan apakah tiga perusahaan minyak terbesar di Filipina telah atau tidak mempraktekkan kartel, dalam menentukan kenaikan harga BBM yang terjadi pada waktu dan besarannya relatif bersamaan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah upaya untuk menciptakan suatu transparansi pasar (market transparency) agar mekanisme harga dapat divalidasikan oleh stakeholders .

Untuk itu diperlukan tersedianya suatu data dasar yang akurat dan aktual, untuk digunakan dalam menghitung kenaikan harga yang wajar. Dalam kaitan ini kondisi yang diharapkan adalah terjadinya kenaikan harga BBM yang relatif lambat atau gradual. Karena kenaikan harga minyak yang tinggi, pada akhirnya akan memberikan dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat miskin di Filipina.

Presiden Arroyo juga menghimbau agar negara-negara Anggota OPEC dan Non-OPEC di kawasan Asia dan Afrika bekerja sama dalam upaya menghentikan kenaikan harga minyak secara berkelanjutan, yang pada akhirnya berpotensi menciptakan dampak terburuk.
Terhadap tekanan publik yang menyorot kebijakan sektor migas, Pemerintahan Arroyo akan mempelajari dengan seksama Oil Deregulation Law untuk melihat apakah Undang-undang tersebut masih dapat mendukung tujuan serta kepentingan Negara Filipina. Atau sebaliknya perlu diamandemen sebagaimana yang saat ini digelorakan oleh kelompok oposisi. Deregulasi industri migas ke depan tergantung dari hasil kajian ini.

5. Proses Belajar
Pelajaran yang dapat dipetik dari fenomena Filipina adalah bahwa suatu kebijakan deregulasi sektor Migas dengan pilar untuk menciptakan iklim kompetisi bagi para pelaku industri minyak dan menghapuskan subsidi harga BBM yang telah berjalan secara mulus pada kondisi harga minyak yang wajar. Namun, pada kondisi bervolatilitasnya harga minyak yang tinggi, menjadi kurang mempunyai alat pengaman. Pada saat itulah publik mulai menyalahkan deregulasi, walaupun sebelumnya telah berjalan, di samping itu mereka mendambakan kembali ke era kebijakan harga regulasi (regulated price) melalui mekanisme subsidi harga.

Anatomi dan pengendali mekanisme (driving force mechanism) dan solusi jangka pendek dan panjang terhadap krisis energi-BBM yang terjadi di Filipina pada bulan Maret dan April 2005, walaupun berbeda dalam sekala dan kompleksitasnya dengan kondisi Indonesia. Namun dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan proses belajar dalam mengantisipasi krisis BBM yang terjadi saat ini.

Menguji "Formula KWIK"

(Oleh: Arulan Hatta, Direktur Eksekutif BBMwatch Indonesia, dimuat di Koran Tempo)

”Pemerintah sama sekali tidak memberikan subsidi. Sebaliknya, pemerintah memperoleh kelebihan uang tunai” (Kompas, 3 Februari 2004). Wacana yang digulirkan Bapak Kwik Kian Gie ini, disamping kini menjadi 'primadona' banyak media, juga telah memperkaya 'referensi' bagi para penentang kenaikan harga BBM.

Dalam pengamatan saya, artikel Pak Kwik tersebut banyak mengabaikan prinsip dasar ekonomi energi, khususnya dalam penentuan formula perhitungan harga energi. Lebih lanjut, saya menangkap kesan bahwa wacana yang digulirkan Pak Kwik ini sangat provokatif karena mengarahkan publik untuk mempercayai bahwa 'subsidi ala Pemerintah hanyalah sesuatu yang abstrak yang sama sekali tidak berimplikasi adanya uang keluar, bahkan pemerintah justru mendapatkan kelebihan uang dari BBM yang dijual dengan harga saat ini.'

Pengertian Subsidi
Secara umum dikenal dua pendekatan subsidi BBM. Dalam konteks 'Pemerintah mengeluarkan sejumlah uang karena harga jual BBM lebih rendah dibanding biaya pokok produksi BBM' maka istilah yang biasa digunakan adalah subsidi finansial. Secara sederhana dapat dihitung dengan mengurangkan Harga Jual BBM (HJB) dengan Harga Pokok Produksi BBM (HPP). Jika positif berarti Pemerintah meraup untung yang biasa disebut Laba Bersih Minyak (LBM). Sebaliknya, jika negatif Pemerintah harus menanggung rugi, sehingga dalam APBN muncul istilah subsidi.

Sedangkan dalam konteks ' hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan besar karena tidak dapat menjual BBM dengan harga patokan internasional' biasanya dikenal sebagai subsidi ekonomi. Untuk menghitungnya adalah dengan mengurangkan Harga Jual BBM (HJB) dengan Harga Patokan Internasional (HPI) yang dianggap ekonomis. Kawasan Asia umumnya mengacu pada harga ex kilang di Singapura yang dianggap mendekati efisien, jadi bukan harga eceran di Singapura.

Lalu apakah subsidi finansial itu benar-benar ada atau hanya sekadar subsidi ekonomi? Menurut saya kedua-duanya ada dan mesti diperhitungkan dengan prinsip kehati-hatian. Untuk subsidi finansial agak sulit dihitung karena adanya variabel biaya pokok Produksi BBM. Besaran ini masih sulit diungkapkan secara tranparan di Indonesia. Akibatnya, banyak pihak cenderung melakukan prakiraan kasar terhadap besarnya subsidi BBM yang dikeluarkan.

Padahal perbedaan perhitungan Rp. 100/ liter saja bisa mengakibatkan perbedaaan angka subsidi hingga Rp. 6 Triliun. Kami sendiri di BBMwatch Research lebih suka menghitung dengan pendekatan ekonomis. Disamping keakuratannya lebih bisa dipertanggungjawabkan, juga karena akses data harga patokan Internasional tersedia secara terbuka (open accses) pada beberapa website agen pelaporan harga minyak dunia.

Formula Kwik
Formula yang disusun Pak Kwik bahwa konfigurasi biaya pengadaan BBM terdiri dari biaya penyedotan minyak mentah (X) + biaya pengolahan minyak mentah menjadi BBM (Y) + biaya pengangkutan BBM ke Distributor utama (Z), terlalu mensederhanakan perhitungan. Lebih lanjut formula ini kemudian memunculkan angka misterius Rp. 540/ liter, yang kemudian dianggap sebagai biaya pokok produksi BBM di Indonesia.

Dalam penentuan biaya pokok produksi BBM sebenarnya bisa kita bagi dalam dua kelompok besar. Pertama, kegiatan ”menyediakan bahan baku” yang porsi terbesarnya Minyak Mentah. Dalam formula Pak Kwik direpresentasikan oleh Variabel X.

Kedua, setelah tersedia bahan baku minyak mentah, langkah selanjutnya adalah mengolah bahan baku menjadi BBM untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat pengguna. Dalam formula Pak Kwik direprentasikan oleh Variabel Y dan Z.

Mari kita bedah satu persatu!
Pengadaan Minyak Mentah.
Pak Kwik dalam formulanya menjabarkan bahwa biaya pengadaan minyak mentah yang harus dihargai hanyalah biaya 'menyedot' minyak keluar dari perut bumi. Itu artinya unsur minyak mentahnya dihargai 0 (nol). Saya belum pernah menemukan literatur perhitungan biaya pokok BBM di berbagai belahan dunia manapun dengan asumsi semacam ini.

Andai saya seorang pengusaha minyak, saya tentu tidak akan tertarik berinvestasi jika harga minyak mentah hanya dihargai sebesar 'upah menyedot' saja. Harus disadari bahwa usaha minyak merupakan suatu bisnis yang berisiko tinggi (high risk) dan padat modal (capital intensive). Tak heran, jika kemudian sedikit sekali pengusaha dan perusahaan domestik yang mau 'berjudi' di sebuah lapangan yang belum tentu memiliki minyak di dalamnya.

Dalam konteks ekonomi energi, sebelum proses produksi minyak mentah terdapat 2 (dua) tahapan yang harus dilalui meliputi tahapan eksplorasi dan pengembangan. Pada tahapan eksplorasi dihasilkan estimasi besaran cadangan minyak mentah beserta kelayakan ekonomisnya. Termasuk dalam tahapan ini adalah biaya penyelidikan dan pencarian cadangan sumber daya minyak baru yang pasti ( proven reserve ). Yang membuat tahapan ini menjadi khusus adalah biayanya akan sangat tergantung dengan perkembangan teknologi untuk memproduksi minyak. Tingkat keberhasilan (Succses Ratio) dari kegiatan eksplorasi sangat kecil sekali, makanya tak heran perusahan-perusahaan minyak harus menyewa secara khusus berbagai perusahaan oil service untuk melakukan kegiatan penyelidikan geofisika atau seismik. Sedangkan pada tahapan pengembangan juga terdapat biaya-biaya yang berkaitan dengan pengembangan lanjut dari pembuktian besarnya cadangan.

Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral RI, sebuah perusahaan minyak mulai dari tahapan eksplorasi dan pengembangan hingga bisa berproduksi membutuhkan waktu setidaknya 8 (delapan) hingga diatas 15 (lima belas) tahun. Data ini diperoleh berdasarkan pengalaman perusahaan-perusahaan minyak di wilayah Riau, Kalimantan Timur, Maluku dan Jawa Timur.

Jadi, jika kemudian biaya pengadaan minyak mentah hanya dihitung berdasarkan beban biaya penyedotan saja, jelas tidak bisa dibenarkan. Apabila semua minyak yang keluar dari perut bumi Indonesia dihargai dengan harga yang wajar dan ekonomis (bukan hanya sekedar upah menyedot saja), maka kita pasti akan menemukan fakta betapa besarnya negara ini telah keluar uang dalam bentuk subsidi BBM.

Pengolahan, Penyimpanan, dan Pengangkutan BBM
Dalam artikel kali ini saya juga ingin membuktikan, meski biaya pokok produksi BBM dihitung dengan pendekatan dan formula Kwik (namun dengan mengkoreksi beberapa pengertian dasar serta menambahkan data pendukung baru) maka hasilnya: Negara tetap keluar uang mencapai triliunan rupiah per tahun , bukan mendapatkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 11 riliun/ tahun seperti yang disampaikan Pak Kwik. Kok bisa?

Pertama, Pak Kwik menggunakan istilah Bensin Premium (harga Rp. 1.810 per liter), namun di sisi yang lain dalam memperhitungka n kelebihan uang yang masuk, Pak Kwik justru menggunakan data volume BBM secara total (60 Juta KL). Semestinya, jika kita ingin membahas Bensin Premium maka volume yang digunakan hanya sekitar 14 juta KL. Saya tidak sependapat jika kemudian istilah BBM digantikan dengan Bensin Premium dengan alasan lebih familiar di mata rakyat jelata. Kedua hal tersebut jelas berbeda. Bensin Premium hanyalah satu dari sekian banyak jenis BBM.

Untuk itu semestinya kita menggunakan harga jual secara rata-rata tertimbang. Dari perhitungan kasar penulis, rata-rata tertimbang dari harga jual BBM di Indonesia mengacu Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Energi dan Menteri Keuangan tahun 2003 serta data prosentase volume BBM tahun 2003, diperoleh angka Rp. 1540 per liter (lihat tabel). Angka ini kita perlukan untuk menghitung Nilai penjualan BBM sepanjang tahun. (Pak Kwik menyamaratakan harga BBM Rp. 1.810 seperti halnya harga Premium)

Kedua, Saya tidak sependapat dengan Pak Kwik bahwa dari 100% produksi minyak kita, yang murni menjadi milik Pemerintah Pusat sekitar 70% karena pertimbangan kebijakan bagi hasil migas Pemerintah Pusat, Daerah dan Kontraktor. Memang, dari 100% minyak yang diproduksi di bumi Indonesia, sekitar 92-95% dilakukan para Kontraktor yang terikat kontrak kerjasama bagi hasil (85% Untuk Pemerintah dan 15% Untuk Kontraktor). Selanjutnya dari 85% bagian pemerintah pusat tersebut, masih harus dibagi dengan Pemerintah Daerah sesuai dengan amanah Otonomi Daerah, dimana dana bagi hasil migas ini diperlukan daerah untuk melaksanakan pembangunan daerahnya. Sehingga bagian Pemerintah Pusat sekitar 70%.

Namun, harus diingat bahwa dari 100% Produksi Minyak di Indonesia hanya sekitar 55% saja yang bisa yang bisa dimanfaatkan untuk kilang dalam Negeri. Hal ini karena tidak semua spesifikasi minyak mentah yang dihasilkan kita, cocok untuk kilang dalam negeri. Akibatnya 'minyak mentah yang diproduksi di bumi Indonesia, yang benar-benar milik Pemerintah Pusat, serta bisa diolah di kilang dalam negeri' dan bisa dihargai 0 (nol) menurut versi Pak Kwik, sejatinya hanya sekitar 38,5% saja (55% x 70%). Sedangkan 16,5% lainnya harus dibeli dengan harga internasional atau 16,5% x 1,147 juta Barrel/ hari x 365 hari x 159 liter/ barrel x 40 U$/ barrel x Rp. 8.600 atau sama dengan Rp. 37,78 Triliun/ tahun.

Ketiga, negara harus mengimpor minyak mentah yang cocok dengan spesifikasi kilang domestik dalam jumlah yang cukup besar mencapai lebih dari 300 ribu BPH ( data tahun 2003 Ditjen Migas: 375,7 ribu barrel per hari atau sekitar 21,80 Juta KL per tahun ). Lebih parahnya lagi tidak semua minyak yang diimpor tersebut bisa diolah di kilang dalam negeri, karena keterbatasan kemampuan kilang kita sehingga masih harus ”numpang” pada kilang luar negeri. Jika kita menggunakan asumsi harga pasar minyak mentah 40 U$/ barrel atau Rp. 2.160/ liter (tidak termasuk ongkos angkut) maka uang yang harus dikeluarkan dalam setahun untuk sekitar 21,80 Juta KL adalah Rp. 47,08 Triliun/ tahun.

Keempat, seperti disebutkan Pak Kwik, negeri ini juga harus mengimpor BBM guna memenuhi kebutuhan BBM domestik yang semakin tinggi. Indonesia melakukan Impor BBM sebesar rata-rata 300.000 BPH ( Data Ditjen Migas tahun 2003: 300,7 ribu BPH atau sekitar 17,41 Juta KL ). Akibatnya negara harus mengeluarkan dana untuk impor BBM sebesar Rp. 52,23 Triliun/ tahun.

Kelima, karena tidak semua produk yang dihasilkan di kilang domestik dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri maka sekitar 154.000 atau sekitar 8,93 Juta KL per tahun bisa di ekspor. Jika kita asumsikan harga pasarnya sama dengan pasaran internasional dari BBM yang diimpor (sekitar Rp. 2.700/ liter), maka pemasukan dari ekspor produk kilang adalah sekitar Rp. 24,11 Triliun. Angka ini semestinya jauh lebih kecil karena juga memasukkan produk Non BBM. Namun karena data yang ada sangat terbatas, maka perhitungan ini bisa diterima.

Jadi, dengan adanya uang yang masuk sekitar Rp. 113,64 Triliun/ tahun, namun karena negara harus keluar uang sebesar Rp. 137,09 Triliun/ tahun, alhasil negara masih harus nombok sebesar Rp. 23,45 Triliun/ tahun. Angka ini merupakan perkiraan kasar dari subsidi yang harus dikeluarkan APBN, dengan asumsi 'minyak mentah yang keluar dari perut bumi Indonesia yang benar-benar milik Pemerintah Pusat serta di olah di kilang dalam negeri dihargai 0 (Nol)' .

Jika kemudian asumsi ini diubah (harga minyak mentah > 0), maka subsidinya jelas akan lebih membengkak. Apalagi jika semua minyak mentah dihargai sama dengan harga internasional. Dari perhitungan BBMwatch Research, subsidi ekonomi (potensi hilangnya penghasilan negara karena tidak menjual BBM dengan harga patokan internasional) tahun 2004 bahkan bisa mencapai kisaran Rp.100 Triliun.

Apa artinya ini semua? Dengan kondisi dimana tingkat konsumsi BBM kita lebih besar dari produksi yang sanggup kita lakukan, serta ketika beban impor (Minyak mentah dan BBM) semakin besar, maka ketika itupula negara tetap harus banyak keluar uang, meski minyak mentah yang ada di perut bumi Indonesia milik Pemerintah pusat yang digunakan untuk kebutuhan kilang domestik di hargai nol sekalipun.

Kiranya jelas bahwa persoalan menaikan harga BBM bukan hanya karena harga jual BBM kita terlalu murah, namun lebih karena keuangan negara telah digerogoti puluhan triliun yang semestinya bisa digunakan untuk kegiatan yang terkait langsung dengan hajat hidup rakyat kecil. Inilah makna sejati pasal 33 UUD 45.***

KEBIJAKAN ENERGI PERMINYAKAN CINA

ABSTRAK

· Impor minyak tahunan Cina mencapai 3 juta bph pada tahun 2004 dengan lompatan besar peningkatan mencapai 41% pada tahun 2003. Selama periode 200- - 2004, Cina meningkatkan impor minyaknya hingga 110%. Sedemikian menariknya perhatian semua para pemain utama pasar minyak internasional, Cina memberikan tantangan pada mereka terutama akibat tidak terprediksinya masa depan ekonomi Cina dan melonjaknya jumlah volume impor minyak.

· Semua analisis mengenai tidak terprediksinya tingkat impor minyak Cina tahun 2004 telah membawa ekonomi Cina pada tingkat pertumbuhan sangat tinggi dan jumlah impor minyak mentahnya menjadi salah satu faktor utama dalam memacu tren naik. Hampir semua lembaga riset perminyakan menggarap studi mengenai fenomena terbaru Cina ini dan efek masa depan terhadap pasar minyak global. Kesepakatan yang terjadi antara India dan Cina akan memberi pengaruh penting terhadap pasar minyak untuk dua dekade mendatang.

· Adalah tidak mengejutkan bahwa ekspektasi pengaruh ini akan berdampak luas seiring dengan ekonomi Cina yang memasuki masa transisi ditambah dengan kuatnya dominasi pemerintah pusat dalam berbagai aspek penting pengambilan kebijakan pasar energi di Cina.

· Sejauh yang anggota OPEC khawatirkan, kondisi sektor energi Cina saat ini akan memberikan dasar yang dipercaya bahwa pasar akan berlanjut menjadi sangat diuntungkan untuk tahun-tahun mendatang. Tingginya angka pertumbuhan ekonomi akan terus berlanjut menggerakkan permintaan minyak dan impor minyak akan terus naik dan masih terdapat jalan panjang untuk dilalui seiring dengan pendapatan perkapita dan konsumsi minyak perkapita Cina yang masih dalam tingkat moderat dan masih jauh dari tingkat negara-negara industri lainnya.

· Pemerintah Cina berniat untuk menggandakan tingkat PDBnya selama 8 tahun ke depan, sebuah indikasi yang kuat bagi anggota OPEC bahwa pertumbuhan impor minyak akan terus berlanjut. Berkaitan dengan ekspektasi ini adalah fakta bahwa ekonomi Cina masih didominasi dengan relative tingginya penggunaan energi dan upaya efisiensi energi masih belum efektif serta sektor transportasi masih menjadi konsumen energi yang tinggi.

· Sektor energi Cina masih didominasi oleh batubara. Cina merupakan produsen sekaligus konsumen terbesar batubara di dunia, dimana jumlahnya mencapai 65% dari total konsumsi energi utama negeri ini. Hasil pemakaian batubara adalah tingginya tingkat polusi di negeri ini. Langkah penting telah diambil untuk memperkenalkan teknologi batubara bersih namun implementasi tidak meluas. Gas alam merupakan salah satu sumber bahan bakar bersih namun kemampuan Cina untuk mengganti batubara dengan gas masih terhambat dengan tingginya biaya produksi dan transportasi gas alam domestik.

· Produksi minyak domestic Cina telah memasuki tahap plato dimana produksi minyak dari lapangan-lapangan tua telah menurun yang berada di utara dan timur dan tidak tergantikan oleh produksi dari lapangan-lapangan baru di utara dan barat serta lepas pantai.

· Permintaan energi meningkat dengan angka yang tidak terkirakan. Semester pertama 2003 dan akhir 2004, Cina menghadapi krisis pasokan energi yang belumpernah dialami selama lebih dari 20 tahun lalu yang mempengaruhi batubara, tenaga listrik dan minyak. Krisis ini memiliki asal mula pada dua hal yang menjadi ketidakmampuan sektor energi Cina. Yang pertama adalah terputusnya antara kecenderungan ekonomi yang terus naik dengan cepat mengikuti pasar dan sektor energi yang masih terkendali oleh pusat.

· Perusahaan-perusahaan yang memproduksi dan memanfaatkan energi masih merupakan milik negara dan harga masih dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. Yang kedua adalah situasi energi dan kebijakan perminyakan dalam negeri. Kebijakan energi Cina terus melanjutkan rencana masa lalu. Pemerintah mengambil strategi daripada pendekatan pasar dan mengutamakan kemampuan sendiri. Kebijakan ini kurang koheren dan tidak jelas, hal ini karena hanya ada satu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk kebijakan energi dan menentukan kebijakan yang digerakkan oleh industri energi individual.

· Kebijakan perminyakan Cina mencerminkan strategi ini dan pendekatan orientasi kemampuan sendiri. Prioritas utama adalah memaksimalkan produksi minyak “milik Cina” daripada di dalam negeri Cina ataupun di luar negeri yang lapangannya dioperasikan oleh perusahaan minyak milik negara. Melihat kondisi impor minyak, Cina lebih memilih kontrak pasokan minyak jangka panjang dibandingkan melalui pasar spot dimana hal ini dilakukan dengan cara mengembangkan hubungan politik yang lebih erat dengan pemerintah pemasok utama minyak. Pada saat yang sama, Cina pun mulai mendiversifikasi sumber impor minyaknya yang saat ini masih tergantung dari Timur Tengah dengan mengembangkan pembangunan jaringan pipa dari Rusia dan Asia Tengah untuk menghindari gangguan pasokan jika dilakukan melalui lalu-lintas laut. Fasilitas penyimpanan strategis pun dimulai pada tahun 2003.

· Konsumsi minyak tahunan Cina naik dari 90 juta ton pada tahun 1980, lalu menjadi 120 juta ton pada tahun 1990, dan terakhir 320 juta ton pada tahun 2004. Selama periode yang sama, produksi minyak domestik naik dari 105 juta ton pada tahun 1980, kemudian menjadi 140 juta ton pada tahun 1990, dan terakhir menjadi 180 juta ton untuk 2004. Impor net minyak naik dari nol pada pertengahan 1990an menjadi 120 juta tahun pada tahun 2004.

· Pertumbuhan permintaan minyak digerakkan oleh sektor transportasi dan sisanya oleh komersial, rumah tangga, dan pertanian. Penggunaan minyak oleh industri mulai mengalami penurunan. Dari seluruh produk minyak, permintaan LPG dan minyak diesel tumbuh lebih cepat dibandingkan jenis bahan bakar cair lainnya, LPG untuk pemakaian rumah tangga dan diesel untuk kereta api dan transportasi jalan raya. Meski pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi cukup tinggi, pemakaian gasoline tumbuh lebih lambat dibandingkan pemakaian diesel. Selain itu, pemakaian minyak untuk bahan bakar pembangkit listrik juga menambah konsumsi domestik untuk 2004 terutama untuk pembangkit dengan mesin diesel.

· Stabilitas harga minyak mentah internasional merupakan faktor penting yang menentukan masa depan jumlah permintaan minyak Cina. Tingkat liberalisasi sektor energi dan pertumbuhan kapasitas kilang domestik juga menjadi faktor penting. Cina memerlukan ekspansi kapasitas pelabuhannya untuk menangani peningkatan volume impor minyaknya dan mengalokasikan investasi yang diperlukan untuk menambah infrastruktur dalam pendistribusiannya.

(Materi ini dikembangkan BBMwatch dari Kajian OPEC dan Departemen Energi AS. Untuk versi Pdf dan lebih lengkap dapat menghubungi kami: bbmwatchjournal@telkom.net)

KEBIJAKAN ENERGI PERMINYAKAN INDIA

ABSTRAK

· Potensi pertumbuhan permintaan energi/minyak India begitu besar. Negeri ini begitu menjanjikan untuk menjadi penggerak utama permintaan minyak tambahan dunia dalam beberapa dekade ke depan. Saat bauran energi masih didominasi oleh batubara yang mampu memenuhi setengah kebutuhan energi India, selama tahun-tahun belakangan telah menunjukkan adanya peningkatan yang cepat dalam jumlah konsumsi dan ketergantungan impor minyak, serta naiknya permintaan gas alam.

· Bauran energi di India telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Saat porsi batubara dan tenaga hidro menurun maka pada saat itu mulai naik porsi minyak dan gas. Tahun 2001 – 2002, porsi minyak dalam bauran energi mencapai 36% dimana terjadi peningkatan dari 24% pada tahun 1964 – 1965. Banyaknya jumlah dan terus bertambahnya penduduk India membawa pengaruh pada naiknya pertumbuhan PDB hingga 6% dan hasilnya adalah naiknya permintaan energi (utamanya minyak) yang cukup cepat dalam dua dekade ke depan.

· Ukuran pasar minyak masa depan dapat dievaluasi dari perkiraan yang diberikan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Kesepuluh Pemerintah India (2002/2003 – 2006/2007) dimana permintaan produk minyak diperkirakan naik sebesar 3,7% atau mencapai 2,42 juta bph pada akhir 2007 dibandingkan tahun 1992 yang mencapai 1,97 juta bph dan akan terus naik sebesar 3,5 juta bph pada tahun 2012. Lebih jauh lagi Visi Hidrokarbon 2025 India memperkirakan permintaan minyak akan naik sebesar 5,54 juta bph pada tahun 2025

· Pada saat yang sama produksi minyak diperkirakan tidak akan mencapai 0,74 juta bph pada tahun 2012. Ketergantungan impor India telah naik dari 44% pada tahun 1991 menjadi 73,4% pada tahun 2002.

· Dengan perkiraan bahwa impor energi India akan terus naik maka pasar India menawarkan potensi yang besar bagi ekspor minyak OPEC. Analisis kebijakan energi India memberikan laporan yang krusial dalam penetapannya jika kebijakan di negeri itu akan menghambat potensi dan peluang bagi OPEC.

· Kebijakan energi India sangat kuat dipengaruhi oleh isu keamanan energi. Ini menjadi hal utama dalam segala bentuk realisasi kebijakan seperti substitusi bahan bakar, peningkatan efisiensi energi, pembangunan cadangan strategis, pengembangan kebijakan teknologi sector energi dan pengambilan modal minyak di negara lain.

· India sangat tinggi dalam intensitas pemakaian energinya. Pengurangan intensitas pemakaian energi merupakan cara lain dalam meningkatkan keamanan. Masih terdapat potensi yang besar dalam pengembangan efisiensi energi yang juga terkait dengan kebijakan, termasuk di dalamnya penentuan harga baik untuk produk energi yang dipakai oleh konsumen akhir maupun perubahan institusional dalam sektor energi.

· Sebuah lembaga baru dibentuk dengan nama Biro Efisiensi Energi melalui Undang-undang Konservasi Energi tahun 2001 guna mendorong persaingan dalam berbagai sub sektor energi yang terus berjalan menuju pasar yang ditentukan oleh harga.

· Untuk keamanan energi jangka pendek, Pemerintah mengambil langkah membangun fasilitas penyimpanan strategis yang mampu mencukupi konsumsi minyak selama 15 hari.

· Substitusi bahan bakar berkaitan dengan kebijakan yang tujuannya adalah untuk mendorong penggunaan gas alam serta teknologi tenaga listrik terbarukan (RET) yang sangat menjanjikan bagi India untuk memenuhi permintaan tenaga listrik yang sangat besar dan penyediaan energi di kawasan pedesaan. RET mencapai 3,5% dari total kapasitas tenaga listrik terpasang.

· Porsi gas alam dalam bauran energi mencapai 9% untuk 2001 – 2002 dan tampaknya akan bertambah seiring dengan naiknya jumlah permintaan bahan bakar bagi pembangkit listrik, aplikasi industri dan transportasi (CNG). Naiknya sisi permintaan akan dipenuhi oleh impor, baik melalui jaringan pipa maupun tanker LNG. Situasi ini memunculkan pertanyaan apakah ketergantungan impor gas akan juga menjadi isu keamanan.

· Batubara terus berlanjut menjadi bahan bakar utama bagi pasokan energi komersial meskipun porsinya terus menurun dari 68% (1964 – 1965) hingga 50% (2001 – 2002). Lebih dari 70% permintaan batubara berasal dari pembangkit listrik dan 60% tenaga listrik yang dihasilkan dibangkitkan dengan batubara. Produksi batubara domestik diperkirakan mencapai 405 juta ton antara tahun 2006 – 2007 dan 515 juta ton untuk 2011 – 2012.

· Selain dari batubara, lignit, minyak dan gas masih terdapat sumber energi komersial utama lainnya. Yang pertama adalah potensi hidroelektrik yang diperkirakan bisa mencapai 148.700 MW. Kedua adalah tenaga nuklir seperti uranium yang jumlahnya bisa mencapai 60.000 ton (ekivalen dengan 1,2 miliar ton batubara) serta thorium yang jumlahnya mencapai 360.000 ton. Yang ketiga adalah sumber daya energi terbarukan seperti angin, matahari, biomassa, serta energi hidro skala kecil.

(Materi ini dikembangkan BBMwatch dari Kajian OPEC dan Departemen Energi AS. Untuk versi Pdf dan lebih lengkap dapat menghubungi kami: bbmwatchjournal@telkom.net)

DISCLAIMERS

Pasal 1: Tata Tertib Penggunaan
1.1 Kami memperkenankan Anda untuk menyalin, memproduksi ulang, mempublikasikan, menyebarluaskan materi yang disajikan situs ini dengan cara apapun dan/atau melalui media apapun, terutama untuk digunakan sendiri (dalam kegiatan penelitian dan edukasi) serta tidak bersifat komersial. Setiap penggunaan selain yang telah diperkenankan harus mendapatkan persetujuan dari kami.


1.2 Setiap materi yang disalin, diproduksi ulang, atau disebarluarkan lagi diharuskan menuliskan sumbernya dari Webblog kami, tujuannya agar media ini dapat lebih terpromosikan dengan baik.


1.3 Untuk materi yang berasal dari situs lain, diharapkan memeriksa copyright dari masing-masing web yg dirujuk.


1.4 Situs ini tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan yang melanggar hukum, norma dan hak-hak asasi manusia.

Pasal 2: Sangkalan dan Batasan Tanggung Jawab
2.1 Materi yang disajikan situs ini, baik berupa berita, informasi, data, gambar, foto, logo dan ikon, diberikan “sebagaimana adanya”. BBMwatch Media tidak dapat memberikan jaminan atas mutu, kelengkapan, dan akurasi dari materi yang disajikan.


2.2 BBMwatch Media tidak bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan dari penggunaan materi oleh pengguna/ pengunjung situs kami.


2.3 BBMwatch Media tidak dapat memberikan jaminan bahwa semua sistem dan aplikasi yang digunakan dalam situs ini terbebas dari gangguan teknis, serangan virus, atau hal-hal lain yang menyebabkan situs ini tidak dapat diakses sebagian atau sepenuhnya.


2.4 Web ini juga menggunakan dan mensitir berita-berita dari media lain. Dipergunakan untuk kebutuhan non komersial. Namun, apabila pemilik media yg disitir berkeberatan harap memberitahukan ke BBMwatch Media untuk segera mencabut isi dari web ini.

Pasal 3: Lain-Lain
3.1 Syarat-syarat di atas bisa diubah sewaktu-waktu oleh BBMwatch Media jika diperlukan. Anda disarankan untuk memeriksa halaman ini secara berkala agar perubahannya dapat Anda ketahui. Dengan tetap mengakses atau menggunakan situs ini setelah adanya perubahan, berarti Anda menyetujui syarat-syarat yang telah diubah oleh kami.


3.2 Kami juga menerima artikel/ tulisan/ opini apapun yang relevan dengan situs ini untuk kami muat di BBMwatch Release. Materi dapat dikirimkan melalui BBMwatchjournal@telkom.net. dengan menuliskan biodata lengkap sesuai dengan KTP/ SIM yang berlaku.