Thursday, September 20, 2007

Kajian Perminyakan Global oleh KSEP ITB

KAJIAN PETA PERMINYAKAN GLOBAL
(STUDI KASUS NEGARA INDONESIA)

OLEH :
KELOMPOK STUDI EKONOMI DAN PASAR MODAL ITB (KSEP-ITB)
JANUARI 2006


ABSTRAK
Kenaikan harga minyak dunia beberapa tahun terakhir dipicu oleh berbagai faktor yang mempengaruhi baik sisi permintaan maupun pasokan. Pertumbuhan ekonomi dunia yang membaik terutama di Cina sebagai konsumen energi terbesar kedua setelah Amerika, mempengaruhi volume permintaan minyak dunia. Sementara itu, kekhawatiran kelangsungan sisi pasokan minyak disebabkan oleh berbagai gejolak politik yang melanda Venezuela, Nigeria, Irak, skandal keuangan perusahaan minyak Yukos di Rusia, serta bencana badai topan yang menghancurkan kilang minyak di Teluk Meksiko.
Dengan status Indonesia sebagai produsen minyak mentah dan anggota OPEC, seharusnya Indonesia dapat merasakan windfall profit yang terjadi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Tapi yang terjadi adalah pukulan keras terhadap anggaran pemerintah khususnya pos subsidi bahan bakar minyak (BBM). Hal ini terjadi karena nilai impor minyak Indonesia membengkak akibat konsumsi BBM domestik yang meningkat namun tidak disertai peningkatan volume produksi minyak Indonesia yang justru mengalami penurunan sebagai akibat dari lambatnya investasi baru dan faktor usia sumur minyak yang semakin tua. Tingkat produksi minyak mentah per hari dalam 2004 mengalami penurunan menjadi 1,09 juta barel per hari (bph) dari 1,14 juta bph pada tahun 2003, jauh di bawah batas kuota produksi minyak OPEC untuk Indonesia sebesar 1,4 juta bph. Jika kondisi ini terus berlanjut maka Indonesia yang hanya memiliki cadangan 0,4% minyak terbukti dunia akan menjadi net importer oil (sebenarnya sudah pada tahun 2004) lebih dini.
Persoalan utamanya adalah bagaimana menciptakan iklim investasi yang kondusif khususnya untuk sektor migas. Diperlukan adanya kestabilan makro ekonomi, politik, serta kepastian dan konsistensi implementasi regulasi yang berlaku (UU Migas No 22 Tahun 2001 beserta peraturan pendukungnya) untuk mendapatkan kepercayaan investor. Pemerintah diharapkan juga untuk menawarkan keunggulan kompetitif lainnya seperti insentif fiskal serta tingkat bagi hasil yang menarik khususnya untuk lapangan-lapangan marjinal.

LATAR BELAKANG
Energi berperan penting dalam pembangunan suatu negara. Salah satu bentuk energi yang paling penting dewasa ini adalah minyak bumi. Sumber energi ini terbukti sangat berkaitan dengan perkembangan politik masing-masing negara di dunia, terutama dikawasan Timur-Tengah. Sampai saat ini, minyak bumi masih sulit disubstitusi dengan bentuk energi lain seperti; gas bumi, batubara dan nuklir. Telah dikembangkan dan digunakan berbagai energi alternatif pengganti minyak, namun karena kendala teknologi untuk energi lain yang belum begitu berkembang, membuat minyak masih tetap lebih unggul. Minyak bumi sangat vital bagi negara-negara maju, namun hampir dua per tiga atau sekitar 70% cadangan minyak dunia berada di kawasan Timur Tengah. Negara-negara industri maju dapat dikatakan tidak memiliki cadangan atau jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, minyak menjadi barang yang sangat strategis, baik bagi negara maju maupun negara produsen minyak.
Minyak berperan vital dalam industrialisasi di negara maju dan sumber pemasukan penting bagi negara produsen minyak. Kepentingan negara industri maju yang bertemu dengan kepentingan negara produsen minyak, menyebabkan politik ikut berperan dalam permintaan dan penawaran dunia. Permintaan dan penawaran minyak cenderung tidak berlaku semestinya, disebabkan oleh intervensi politik. Hal tersebut makin menunjukkan betapa minyak memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan politik dan ekonomi suatu negara.
Dilatarbelakangi hal tersebut, maka makalah ini disusun guna mengkaji peta perminyakan global, mendeskripsikan dan menganalisis data-data faktual perminyakan, serta memberikan gambaran posisi Indonesia dalam peta percaturan perminyakan dunia. Kesemua ini dirasakan relevan terutama jika dikaitkan dengan akan ditinggalkannya pasar monopoli BBM sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001.

RUMUSAN MASALAH
Makalah ini terutama akan membahas mengenai :
Profil negara-negara produsen OPEC dan negara konsumen OECD, meliputi cadangan minyak terbukti, produksi, konsumsi, ekspor, impor, dan kapasitas kilang minyak.
Gambaran secara umum dan regional mengenai peta perminyakan global.
Gambaran dan profil perminyakan hulu Indonesia.

PROFIL SINGKAT KELOMPOK NEGARA PRODUSEN DAN KONSUMEN MINYAK DUNIA
Beberapa pihak yang memiliki peran penting dalam industri perminyakan global antara lain Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), Non-OPEC, dan Organization of Economics Cooperation Development (OECD). Untuk mempermudah pemahaman, mereka bisa disebut sebagai produsen (OPEC dan Non-OPEC) dan konsumen (OECD), bahkan terkadang peranan mereka saling beririsan, artinya sebagai produsen dan konsumen yang signifikan pula. Berikut akan dipaparkan lebih jauh mengenai profil dan karakteristik perminyakan mereka agar didapatkan gambaran perminyakan global dengan lebih objektif lagi.

OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries)
OPEC merupakan organisasi kartel yang didirikan di Baghdad, Irak pada bulan September 1960. OPEC didirikan sebagai upaya untuk menyatukan dan mengkoordinasi kebijakan perminyakan angotanya. Agenda utama para Menteri Perminyakan anggota OPEC adalah bertemu secara berkala membahas harga dan produksi minyak yang sejak 1982 ditetapkan kuotanya. Anggota OPEC pada awal pendirian adalah Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela. Antara tahun 1960-1975 keanggotaannya terus bertambah dengan masuknya Qatar (1961), Indonesia (1962), Libya (1962), Uni Emirat Arab (1967), Aljazair (1969), dan Nigeria (1971). Equador dan Gabon ikut bergabung namun kemudian keluar pada Desember 1992 dan Januari 1995. EIA (Energy Information Administration) memperkirakan bahwa sebelas anggota OPEC saat ini menguasai 40% produksi minyak dunia dan 77% cadangan terbukti minyak dunia.

NON OPEC
Karakteristik Non-OPEC dimiliki oleh negara-negara, sebagai berikut :
q Kebanyakan dari negara Non-OPEC pengimpor minyak yang sekaligus pula mempunyai cadangan minyak. Ada sekitar 204 negara, Non-OPEC dan wilayah independen, menurut data dari EIA (Energy Information Agency), sekitar 85% diantaranya atau sekitar 173 negara adalah negara yang meskipun memiliki kapasitas produksi yang signifikan, namun kebutuhan pemakaian yang sangat tinggi menyebabkan tetap harus mengimpor minyak. Tidak berarti negara penghasil minyak terbesar bukanlah pengimpor minyak terbesar pula.
q Kebanyakan dari anggota Non-OPEC adalah negara yang memiliki sektor perminyakan yang dikelola oleh sektor swasta (pengecualian bagi Meksiko), dan terdapat kontrol yang lemah akan tingkat produksinya. Perusahaan-perusahaan hanya bereaksi pada harga pasar tingkat internasional, dimana biaya eksplorasi dan pengeboran yang tinggi dilakukan ketika harga minyak dunia mahal dan begitu pula sebaliknya, jika harga jatuh maka memfokuskan pada penekanan biaya yang serendah-rendah untuk eksplorasi dan pengeboran.
q Perusahaan swasta tidak memperoleh keuntungan produksi dan mengelola selisih tingkat kapasitas produksi yang sedikit.
q Biaya produksi negara Non-OPEC cenderung mengalami peningkatan, bila dibandingkan dengan biaya angkut (negara OPEC), yang mengakibatkan produksi negara Non-OPEC mudah terpuruk.

Pemasok minyak dunia datang dari beragam sumber. Sementara kawasan Timur-Tengah (pemasok terbesar OPEC) adalah pemasok terbesar diantara kawasan lainnya di tahun 2004, dengan total produksi dunia sebesar 29%, Amerika Utara 19% sedangkan sisanya 52% tersebar di seluruh dunia.
Dari 14 negara yang memproduksi lebih dari 2 juta bph pada tahun 2004, 7 negara diantaranya merupakan anggota OPEC. Dan 7 negara lainnya adalah anggota Non-OPEC, termasuk: AS (pemasok ketiga terbesar dunia), Rusia, Meksiko, Cina, Kanada, Norwegia, dan Inggris. Perlu diketahui bahwa keuntungan dari total produksi AS yang meningkat dilatarbelakangi oleh kilang yang besar-mencapai lebih dari 1 juta bph di tahun 2004.
OPEC sebagai eksportir terbesar di dunia diwakili oleh negara-negara anggota OPEC. Dari 14 negara pengekspor terbesar, 10 negara diantaranya mempunyai kapasitas produksi lebih dari 1 juta bph dari total (selisih bersih) di tahun 2004 adalah anggota OPEC. Rusia, Norwegia, Meksiko dan Kazakhstan adalah anggota Non-OPEC dengan kapasitas ekspornya yang besar. AS adalah negara pengimpor terbesar di dunia, disusul oleh Cina, sedangkan Kanada dan Inggris negara pengekspor terkecil.
Produksi minyak Non-OPEC diperkirakan akan mengalami kenaikan dalam 2 tahun mendatang, meskipun tidak berdasarkan standar dari total kenaikan permintaan akan minyak bumi dunia. Kenaikan terbesar akan produksi minyak, diperkirakan akan dihasilkan oleh wilayah federasi Uni Soviet, termasuk Rusia, negara bagian Laut Kaspia (Asia Tengah) dan pemasok non-OECD lainnya, khususnya Angola dan Brazil yang diharapkan dapat menjadi eksportir dalam 2 tahun mendatang.



OECD (Organization for Economics Cooperation and Development)
OECD adalah suatu organisasi internasional yang didirikan tahun 1961 untuk mengoordinasikan kebijakan ekonomi dari negara-negara industri maju. OECD memiliki 29 negara anggota termasuk AS, Kanada, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, Korsel, dan Australia.
Sebagai reaksi terhadap usaha OPEC mengatur harga minyak dunia tahun 1973, OECD membentuk organisasi International Energy Agency (IEA). IEA berfungsi guna mengoordinasikan usaha-usaha pencadangan minyak nasional, mempromosikan konservasi energi, pengembangan sumber daya energi terbarukan, mengumpulkan data pasar energi internasional, serta mengintervensi pasar dunia untuk menstabilkan harga minyak dan energi lainnya. Kesinambungan pasokan minyak dan sumber daya energi lainnya bagi negara-negara industri maju adalah sesuatu yang sangat vital.

PROFIL PERMINYAKAN INDONESIA
Energi memegang peranan sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, baik sebagai salah satu komponen penggerak roda kehidupan masyarakat pada umunya maupun sebagai masukan utama bagi pembangunan industri dan perekonomian. Oleh kerenanya ketersediaan dan keberlanjutan pasokan energi merupakan hal yang krusial. Dari perjalanan sejarah bangsa-bangsa kita mendapat pelajaran, dan saat ini pun kita menyaksikan, tentang pentingnya energi sehingga segala daya dan upaya dikerahkan demi menjamin pasokan energi.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang diberkahi dengan cadangan sumber daya minyak dan gas, serta merupakan salah satu anggota dari OPEC semenjak tahun 1962. Dengan pandangan ini, sangatlah beralasan untuk mengasumsikan bahwa Indonesia mendapat keuntungan dari kenaikan harga minyak yang terjadi baru-baru ini. Namun sangat disayangkan, bahwa situasi ini tidak terjadi di tahun 2004. Kenaikan harga minyak yang terjadi pada tahun 2004 bertepatan dengan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia menjadi negara importir minyak.
Sepuluh tahun yang lalu, produksi minyak Indonesia mencapai puncaknya, dan mengalam penurunan sejak itu. Di akhir tahun 2004, produksi minyak bertengger di level perkiraan sekitar 1,1 juta bph, level terendah dalam tiga dekade terakhir. Standar kuota yang ditetapkan OPEC adalah 1,4 juta bph, namun Indonesia belum mampu untuk memenuhi kuota tersebut dalam waktu belakangan ini.
Sebagai negara yang memiliki ketergantungan pendapatan akan industri gas dan minyak hulu untuk membiayai program pembangunannya, serta sebagai negara yang juga mengatasi persediaan minyak dengan mengeluarkan kebijakan penyediaan subsidi BBM, maka penurunan produksi minyak memiliki dampak bagi ekonomi makro yang sangat signifikan. Seiring dengan penurunan produksi minyak, maka pendapatan pemerintah pun sama-sama mengalami penurunan.
Meskipun skenario penyusutan subsidi harga BBM secara berangsur-angsur dalam beberapa tahun belakangan dan tindakan penaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 sebagai bentuk realisasi telah dilakukan, namun kenaikan harga minyak mentah dunia yang terjadi tetap membentuk jurang pemisah antara windfall profit dengan banyaknya dollar yang harus dikeluarkan lagi oleh pemerintah. Dengan status Indonesia sebagai negara penghasil minyak mentah, seharusnya Indonesia dapat merasakan windfall profit (keuntungan mendadak) yang terjadi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Tapi yang terjadi adalah pukulan keras terhadap anggaran pemerintah.
Usaha yang dilakukan pemerintah ini sebagai cara untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga minyak mentah dunia terhadap defisit anggaran dan mendorong pembentukan harga oleh kekuatan pasar.


ANALISIS PERMINYAKAN GLOBAL

Cadangan
Potensi cadangan dalam industri minyak dan gas (migas) mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini jelas terlihat kaitannya dalam jumlah produksi, jumlah ekspor hingga penentuan harga minyak itu sendiri.
Cadangan berdasarkan tingkat keyakinan terbagi menjadi tiga , yaitu :
· Cadangan Terbukti (Proven Reserves)
· Cadangan Mungkin (Probable Reserves)
· Cadangan Harapan (Possible Reserves)
Cadangan terbukti merupakan besarnya jumlah minyak yang dapat diperoleh dimasa yang akan datang dari suatu reservoir, dalam hal ini diindikasikan oleh informasi geologi dan juga informasi teknik lainnya dengan tingkat keyakinan yang logis serta mempertimbangkan kondisi operasional dan ekonomi saat ini. Untuk selanjutnya penggunaan istilah cadangan ini akan merujuk pada cadangan kategori terbukti.
Dari Data BP Statistical Review of World Energy 2005 dapat dilihat bahwa cadangan minyak terbesar terletak pada kawasan Timur Tengah. Lebih dari 60% cadangan minyak terbukti berada di kawasan ini. Negara-negara seperti Arab Saudi, Iran, Irak, UEA, dan Kuwait berkontribusi terhadap besarnya cadangan di kawasan ini. Keberadaan negara-negara bekas Uni Soviet memberikan pengaruh signifikan terhadap jumlah cadangan minyak di kawasan Eropa dan Eurasia. Hal ini dibuktikan dengan posisi kawasan tersebut yang berada pada urutan kedua setelah Timur Tengah dalam hal jumlah cadangan.
Kawasan Afrika menempati cadangan ketiga terbesar di dunia. Beberapa negara seperti Aljazair, Libya, dan Nigeria merupakan kontributor utama cadangan minyak di kawasan ini. Sedangkan kawasan dengan jumlah cadangan terkecil adalah kawasan Asia Pasifik, di mana Indonesia termasuk di dalamnya. Di kawasan Asia Pasifik ini negara dengan cadangan terbukti terbesar adalah Republik Rakyat Cina (RRC), sisanya tidak menunjukkan cadangan yang signifikan.
Dari tahun 2003 ke 2004 tidak terjadi perubahan jumlah cadangan yang signifikan. Tercatat hanya ada terjadi perubahan jumlah cadangan dunia sebesar 0,02% secara keseluruhan.
Data tersebut memperlihatkan bahwa jumlah produksi minyak terbesar dihasilkan kawasan Timur Tengah, sedangkan kawasan Asia Pasifik menghasilkan produksi minyak yang paling sedikit. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada korelasi positif antara jumlah cadangan dengan dengan tingkat produksi minyak pada suatu kawasan.

Produksi
Produksi terbesar masih ditempati kawasan Timur Tengah dengan sekitar 30% produksi dunia. Kawasan terbesar produksinya kedua masih ditempati Eropa dan Eurasia dengan kontribusi negara-negara bekas Uni Soviet yang signifikan. Terdapat korelasi antara jumlah cadangan dengan tingkat produksi setidaknya untuk kasus kawasan Timur Tengah serta Eropa dan Eurasia. Yang perlu mendapat perhatian adalah posisi kawasan Amerika Utara yang menempati urutan ketiga padahal cadangannya lebih sedikit dari Afrika (posisi keempat). Hal ini menunjukkan negara-negara di kawasan Amerika Utara cukup masif memproduksi minyaknya. Hal yang berbeda diperlihatkan kawasan Amerika tengah dan Selatan yang menjadi kawasan yang terkecil produksinya padahal cadangannya menempati urutan keempat. Kawasan tersebut tampaknya belum memproduksi minyaknya secara optimum.

Konsumsi
Terdapat perubahan yang signifikan pada peta konsumsi jika dibandingkan dengan peta cadangan. Distribusi konsumsi menunjukkan tingkat industrialisasi yang terjadi dalam suatu kawasan. Secara garis besar ada tiga kawasan di dunia yang memiliki tingkat konsumsi yang signifikan. Kawasan dengan jumlah konsumsi terbesar adalah Amerika Utara (hampir 30% konsumsi dunia), menyusul Asia Pasifik (sekitar 29%), dan di bawahnya adalah Eropa dan Eurasia (sekitar 25%).
Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada merupakan negara-negara industri G-8 terkemuka di kawasan Amerika Utara. Sedangkan di Asia Pasifik, negara seperti Australia, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Taiwan, serta bintang baru RRC merupakan motor industrialisasi di kawasan itu. Rusia sebagai anggota baru G-8 menjadi kontributor signifikan konsumsi minyak di kawasan Eropa dan Eurasia di samping negara-negara industri yang sudah mapan di kawasan tersebut seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia. Kawasan Afrika menjadi konsumen minyak terkecil di dunia. Hal tersebut dapat dipahami mengingat kawasan tersebut masih tergolong miskin dan terbelakang tingkat ekonominya (pengecualian Afrika Selatan).

Rasio Cadangan terhadap Produksi (Rasio R/P)
Rasio cadangan terhadap produksi (Rasio R/P) adalah cadangan sisa akhir tahun dibagi terhadap tingkat produksi tahun tersebut, yang mana hasilnya adalah jangka waktu habisnya cadangan sisa tersebut jika diasumsikan tingkat produksi berada pada level yang sama.
Data BP Statistical Review of World Energy 2005 menyajikan rasio cadangan terhadap produksi (Rasio R/P) beberapa kawasan seperti Amerika Utara, Amerika Tengah dan Selatan, Eropa dan Eurasia, Timur Tengah, Afrika dan Asia Pasifik.
Dari data tersebut terlihat bahwa satu dekade terakhir rasio R/P relatif stabil di sekitar angka 40 tahun. Artinya jika diasumsikan tidak ada penemuan-penemuan cadangan baru lagi di seluruh dunia, maka cadangan minyak yang ada hanya cukup untuk 40 tahun lagi, dengan asumsi tingkat produksi yang sama (stagnan) untuk tiap kawasan. Padahal kecenderungan konsumsi minyak dunia cenderung naik. Hal ini dapat dilihat pada konsumsi tahun 2004 yang mengalami kenaikan sebesar 3,4% dibandingkan 2003. Sehingga dengan asumsi tidak ada penemuan sumber minyak lagi, dunia akan kehabisan minyak dalam waktu kurang dari 40 tahun lagi.
Apabila dilihat per kawasan, rasio R/P tertinggi (sekitar 80 tahun) ditunjukkan oleh kawasan Timur Tengah sebagai akibat cadangannya yang begitu besar. Sedangkan kawasan Amerika Utara memiliki rasio R/P yang paling kecil (kurang dari 20 tahun). Hal tersebut disebabkan oleh tingkat produksi minyak yang cukup tinggi namun tidak diimbangi oleh cadangannya. Mengingat kawasan ini adalah konsumen minyak terbesar di dunia, maka kesinambungan suplai minyak merupakan hal yang sangat esensial bagi kawasan Amerika Utara.
Apabila dilihat per kawasan, rasio R/P tertinggi (sekitar 80 tahun) ditunjukkan oleh kawasan Timur Tengah sebagai akibat cadangannya yang begitu besar. Sedangkan kawasan Amerika Utara memiliki rasio R/P yang paling kecil (kurang dari 20 tahun). Hal tersebut disebabkan oleh tingkat produksi minyak yang cukup tinggi namun tidak diimbangi oleh cadangannya. Mengingat kawasan ini adalah konsumen minyak terbesar di dunia, maka kesinambungan suplai minyak merupakan hal yang sangat esensial bagi kawasan Amerika Utara.


ANALISIS KONDISI PERMINYAKAN INDONESIA

Kondisi Perminyakan Hulu

Cadangan Minyak
Dapat dikatakan Indonesia tidak kaya cadangan minyak lagi. Hal itu terlihat dari beberapa publikasi cadangan minyak terbukti yang menunjukkan posisi cadangan Indonesia yang semakin menunjukkan penurunan konstan. Seperti terlihat pada Diagram 3.1, berdasarkan dua sumber yang berbeda, yaitu Central Intelligent Agency (CIA) dan British Petroleum (BP), posisi cadangan terbukti Indonesia merupakan yang paling kecil di dalam kelompok negara-negara OPEC. Cadangan Indonesia kurang dari 1% cadangan OPEC (tepatnya sekitar 0,5-0,6%) atau sekitar seperlimapuluh (1/50) besar cadangan Arab Saudi yang merupakan negara dengan cadangan minyak terbukti terbesar di dunia.
Dengan menggunakan data dari BP, diketahui bahwa cadangan minyak terbukti Indonesia hanya sekitar 0,4% dari cadangan dunia. Bahkan di antara negara-negara Non-OPEC seperti Kanada, Meksiko, Angola, atau pun AS, Indonesia masih yang terkecil cadangan minyak terbuktinya.
Berdasarkan data Ditjen Migas, kecenderungan penurunan cadangan minyak Indonesia terus berlanjut terutama pada periode 2000-2004. Dalam jangka waktu empat tahun, cadangan minyak terbukti Indonesia berkurang sebesar 16% menjadi 4,3 miliar barel.
Jika tidak adanya penemuan-penemuan sumber minyak baru yang signifikan, berdasarkan rasio cadangan terhadap produksi (rasio R/P), maka cadangan minyak Indonesia akan habis dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan, bergantung tingkat produksi serta asumsi tingkat konsumsi minyak dalam negeri tidak mengalami kenaikan.

Produksi Minyak
Produksi harian minyak Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara OPEC lain masih merupakan terkecil kecuali terhadap Qatar yang selisih tipis beberapa puluh ribu barel per hari. Terhadap produksi negara-negara Non-OPEC pun Indonesia masih merupakan peringkat bawah negara produsen minyak dengan produksi sekitar 1,1 juta barel per hari.
Data Ditjen Migas yang ada memperlihatkan kecenderungan penurunan produksi minyak harian Indonesia sudah terjadi sejak periode lima tahun terakhir dari sekitar 1,4 juta barel per hari menjadi kurang dari 1,1 juta barel per hari. Diperkirakan lapangan-lapangan yang ada mengalami penurunan produksi minyak di samping tidak adanya penemuan-penemuan yang signifikan.

Ekspor-Impor Minyak
Data Ditjen Migas 2004 menunjukkan perkembangan ekspor-impor minyak Indonesia selama lima tahun terakhir. Ekspor minyak terus mengalami penurunan sedangkan impor minyak secara konsisten mengalami kenaikan. Ekspor minyak Indonesia terdiri dari minyak mentah, kondensat, dan produk kilang, sedangkan impor minyak berupa minyak mentah dan produk kilang.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah pada tahun 2004 sebenarnya Indonesia telah menjadi pengimpor bersih minyak (net importer oil), ketika impor minyak (dalam berbagai bentuk produk) telah melebihi ekspor. Kondisi ini terjadi akibat produksi minyak Indonesia yang terus mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir sedangkan konsumsi minyak domestik secara konstan mengalami pertumbuhan. Status ini merupakan pukulan yang berat bagi Indonesia yang masih menjadi anggota OPEC. Keberadaan Indonesia dalam OPEC sendiri perlu dipertanyakan, masih relevan kah.
Dari Data Departemen Keuangan dan Petrominer dapat dilihat penurunan kontribusi sektor migas terhadap penerimaan pemerintah dari sebesar Rp 90 triliun pada tahun 2001 turun 40% menjadi Rp 54 pada tahun 2004. Berarti rata-rata per tahun mengalami penurunan 10%. Jumlah tersebut merupakan hal yang sangat signifikan bagi Indonesia. Walau pemerintah telah bertekad untuk tidak menggantungkan lagi penerimaannya hanya pada sektor migas, namun penurunan yang sangat drastis ini sangat mengkhawatirkan mengingat akan kebutuhan pembiayaan anggaran rutin dan non rutin pemerintah.
Kontribusi minyak terhadap ekspor juga masih cukup strategis. Untuk tahun 2004 saja, di tengah penurunan produksi minyak yang konsisten, sektor migas masih menjadi komponen ekspor yang signifikan dengan proporsi sebesar lebih dari seperlima (23%) dari nilai ekspor Indonesia.
Kondisi ekspor-impor minyak Indonesia yang memprihatinkan ini harus segera menjadi perhatian pemerintah agar status net importer oil kita tidak permanen atau setidaknya dapat kita tunda datangnya. Peningkatan produksi minyak dari lapangan-lapangan yang telah ada, perbaikan iklim investasi hulu perminyakan, serta eksplorasi minyak daerah-daerah potensial merupakan langkah-langkah yang harus segera dilakukan pemerintah. Apalagi mengingat Indonesia mempunyai target meningkatkan produksinya hingga 1,3 juta barel per hari pada tahun 2009. Target yang strategis yang memang harus dicapai Indonesia untuk kepentingannya sendiri.

Konsumsi Minyak
Konsumen minyak domestik dapat dikelompokkan menjadi empat sektor, yaitu sektor industri, transportasi, listrik, dan rumah tangga. Secara umum, dari periode 2000-2004 konsumsi minyak semua sektor mengalami kenaikan. Hal ini berkaitan dengan mulai membaiknya keadaan ekonomi Indonesia yang membutuhkan pasokan bahan bakar minyak tambahan. Geliat ekonomi ini didukung dengan rendahnya suku bunga pinjaman sehingga sektor konsumsi menjadi motor pertumbuhan PDB Indonesia.
Sektor industri pada tahun 2004 terjadi kenaikan konsumsi bahan bakar sebesar 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini merupakan kenaikan konsumsi bahan bakar tertinggi dibanding sektor lain. Sektor transportasi juga mengalami kenaikan cukup signifikan pada tahun 2004 sebesar 9% lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Tampaknya penjualan otomotif yang hampir mencapai kembali angka 600 ribu unit memicu kenaikan konsumsi bahan bakar.
Konsumsi bahan bakar minyak domestik secara konsisten mengalami pertumbuhan. Pada akhir tahun 2004 konsumsi bahan bakar minyak domestik sudah mencapai kurang lebih 65 juta kiloliter, pertumbuhan yang impresif dibandingkan kondisi pada tahun ’70-an yang hanya mengkonsumsi sekitar jutaan kiloliter saja. Kondisi ini bisa mengancam kestabilan pasokan energi nasional apabila Indonesia tidak berhasil menaikkan jumlah produksi minyaknya mengikuti kecepatan pertumbuhan konsumsi. Jika tidak maka Indonesia akan segera menjadi net importer oil selamanya.

Investasi
Kondisi penurunan produksi minyak Indonesia yang disertai peningkatan konsumsi domestik telah menjadikan Indonesia sebagai importir minyak untuk pertama kalinya dalam sejarah, setidaknya tahun 2004. Alih-alih meningkatkan produksinya untuk memenuhi konsumsi minyak yang meningkat, malah sebaliknya yang terjadi, penurunan produksi yang konsisten. Jika ditarik pangkal masalahnya, maka kondisi ini tidak akan terjadi apabila mekanisme penggantian (replacement) cadangan dan lapangan-lapangan minyak yang lama berlangsung dengan baik. Supaya hal itu terjadi maka perlu adanya penemuan-penemuan (discoveries) cadangan minyak baru yang signifikan. Untuk adanya penemuan-penemuan tersebut dibutuhkan adanya kegiatan eksplorasi, sedangkan eksplorasi membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya itu merupakan pos pengeluaran investasi di sisi perusahaan.
Jadi permasalahan utamanya adalah tidak cukup besarnya investasi yang masuk ke dalam industri perminyakan hulu Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi langsung asing (foreign direct investment). Investor tidak cukup dibuat tertarik untuk menanamkan modalnya di industri ini.
Data Ditjen Migas 2004 memperlihatkan pengeluaran operasional sektor migas jika dilihat dari kategorinya. Pengeluaran eksplorasi meningkat namun dengan nilai yang sangat kecil. Semua pengeluaran tahapan lain juga mengalami hal yang sama, bahkan pengeluaran tahapan produksi mengalami penurunan sebesar 9,2%. Hal ini dapat dipahami mengingat secara keseluruhan kegiatan produksi minyak nasional memang mengalami penurunan. Pengeluaran administrasi yang meningkat tidak mengindikasikan apa pun.
Sekarang pertanyaannya adalah, dimana posisi investasi migas di Indonesia dibandingkan total investasi migas di seluruh dunia. Hal tersebut penting untuk melihat antusiasme investor terhadap industri perminyakan hulu Indonesia.

KESIMPULAN
Energi memegang peranan sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, baik sebagai salah satu komponen penggerak roda kehidupan masyarakat pada umunya maupun sebagai masukan utama bagi pembangunan industri dan perekonomian. Oleh kerenanya ketersediaan dan keberlanjutan pasokan energi merupakan hal yang krusial. Dari perjalanan sejarah bangsa-bangsa kita mendapat pelajaran, dan saat ini pun kita menyaksikan, tentang pentingnya energi sehingga segala daya dan upaya dikerahkan demi menjamin pasokan energi.
Minyak sebagai suatu komoditas energi yang paling vital saat ini memiliki posisi yang strategis di bidang politik dan ekonomi baik bagi produsen maupun konsumennya. EIA (Energy Information Administration) memperkirakan bahwa sebelas anggota OPEC saat ini menguasai 40% produksi minyak dunia dan 77% cadangan terbukti minyak dunia. Kawasan Timur Tengah sendiri (khususnya Arab Saudi, Iran, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Libya) terbukti masih menjadi sumber utama minyak dunia dengan menguasai sekitar 50% lebih produksi OPEC.
Keberadaan negara-negara Non-OPEC tidak bisa dipandang sebelah mata dalam perminyakan global. Negara-negara seperti Rusia, Norwegia, dan Kanada merupakan negara-negara produsen minyak terkemuka dunia yang memiliki potensi cadangan minyak yang besar yang menunggu untuk dieksplorasi lebih lanjut. Bahkan kecenderungan Rusia yang tingkat produksi minyaknya tumbuh signifikan dapat menjadi ancaman terutama bagi Arab Saudi sebagai negara produsen dan pengekspor minyak terkemuka dunia.
Posisi Indonesia dalam perminyakan global saat ini mengalami kemunduran yang cukup signifikan. Penurunan tingkat produksi minyaknya bahkan menjadikan Indonesia tidak mampu memenuhi kuota OPEC (sekitar 1,32 juta barel per hari-efektif Juli 2004). Cadangan minyak bumi terbukti Indonesia hanya berkisar 5 miliar barel. Dengan tingkat produksi 1 juta barel per hari maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu 12 tahun, itu pun jika tingkat konsumsinya tidak mengalami kenaikan (yang kenyataannya tidak menunjukkan hal tersebut). Saat ini Indonesia bahkan telah mengimpor baik minyak mentah untuk diolah dalam kilang BBM dalam negeri, maupun BBM jadi guna memenuhi kebutuhan konsumsinya sekitar 1, 1 juta barel per hari. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka sebentar lagi Indonesia akan menjadi Net Oil Importer (walau konon saat ini sudah).
Berbeda dengan nilai ekspor minyak Indonesia yang mengalami peningkatan akibat kenaikan harga minyak mentah dunia, volume ekspor minyak Indonesia justru menurun sebagai akibat dari lambatnya investasi baru dan faktor usia sumur minyak yang semakin tua sehingga tingkat produktivitasnya cenderung turun dari tahun ke tahun. Tingkat produksi minyak mentah per hari dalam 2004 mengalami penurunan menjadi 1,09 juta berrel dari 1,14 barel per hari pada tahun 2003, jauh di bawah batas kuota produksi minyak dari OPEC untuk Indonesia. Di samping itu, tingginya kenaikan konsumsi BBM domestik yang terjadi seiring dengan membaiknya kegiatan ekonomi di dalam negeri, pada gilirannya mengurangi pasokan minyak untuk ekspor.
Kecenderungan penurunan produksi minyak di tengah-tengah konsumsi BBM domestik yang terus meningkat tersebut perlu dicermati lebih lanjut untuk menjaga kelangsungan pendapatan ekspor minyak di samping kecukupan konsumsi BBM domestik itu sendiri. Kondisi naiknya konsumsi BBM domestik di tengah produksi minyak yang menurun menyebabkan volume impor mengalami peningkatan baik dalam bentuk minyak mentah maupun produk minyak (BBM). Beban pembayran impor semakin bertambah tinggi dengan kenaikan harga minyak di pasar internasional, khusunya pada harga impor BBM.

SARAN
Bagi Perminyakan Indonesia
· Pemerintah hendaknya menciptakan iklim investasi yang kondusif terutama bidang kepastian hukum dan politik. Hal ini diperlukan untuk menarik investasi asing masuk pada kegiatan eksplorasi sumber-sumber minyak baru, sehingga dapat menambah kestabilan cadangan minyak terbukti nasional.
· Pemerintah diharapkan memiliki political will dalam mengembangkan kebijakan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada minyak. Sumber energi alternatif fosil seperti gas dan batubara ataupun non-fosil seperti panas bumi, air, surya, biodiesel, bioetanol menunggu untuk diolah lebih serius oleh pemerintah.
· Selain dua hal di atas, yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai pentingnya mensosialisasikan segala sesuatunya, dalam hal ini keadaan perminyakan Indonesia sebenarnya, kepada masyarakat. Sehingga masyarakat paham dan dapat memberikan pengertiannya pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan perminyakan tadi, terutama harga BBM yang diberlakukan.

No comments: