Thursday, September 20, 2007

Pasar Minyak Tanah dan LPG di India

Minyak tanah dan LPG merupakan dua jenis bahan bakar utama yang dipakai oleh rumah tangga di India yang telah menggantikan bahan bakar biomassa guna keperluan memasak. Dua jenis bahan bakar alternatif lainnya yaitu gas alam dan listrik tidak banyak digunakan mengingat sedikitnya kemampuan rumah tangga dalam memanfaatkan bahan bakar tersebut dimana harga gas alam begitu mahal apalagi listrik. Biomassa yang merupakan bahan bakar bersih semisal biogas belum dikomersialisasi meskipun terdapat minat yang signifikan di India dalam mengeksplorasi bahan bakar hidrokarbon alternatif yang begitu potensial tersebut.


Karakteristik LPG dan Minyak Tanah

Minyak tanah yang berbentuk cair jika dibakar hasilnya tidak akan sebersih bahan bakar berbentuk gas. Meskipun demikian bahan bakar tersebut masih dianggap lebih bersih dibandingkan bahan bakar biomassa yang sering dipakai pada kompor tradisional. Salah satu keuntungan minyak tanah adalah mudah dibawa dan didistribusikan dibandingkan bahan bakar berbentuk gas dan berbeda dengan LPG, minyak tanah bisa dibeli dalam jumlah yang beragam. Untuk sektor rumah tangga yang memiliki keterbatasan uang, membeli minyak tanah dalam jumlah kecil sangatlah menarik. Namun kompor minyak tanah harganya relatif lebih mahal dibandingkan kompor kayu bakar.

Minyak tanah bisa dipakai dalam bentuk gas namun untuk membuatnya diperlukan peralatan yang harganya lebih mahal dibandingkan kalau hanya dipakai dalam bentuk cair. Untuk mengubah minyak tanah menjadi gas, bahan bakar tersebut harus diberi tekanan dan dilepaskan di atmosfer. Jangka waktu pemakaian kompor berbahan bakar minyak berbentuk gas lebih lama dibandingkan kompor LPG namun hasil memasaknya sama untuk kedua bahan bakar tersebut. Keduanya pun tidak meninggalkan sisa bahan bakar. Serta tidak pula mengeluarkan jelaga. Minyak tanah yang berbentuk cair jika dibakar dengan menggunakan kompor bersumbu akan mengeluarkan jelaga meskipun tidak sebanyak kompor biomassa tradisional. Harga kompor minyak tanah bertekanan tinggi jauh lebih mahal dibandingkan kompor yang menggunakan sumbu. Saat sebagian besar rumah tangga di perkotaan menggunakan minyak tanah untuk memasak maka rumah tangga di pedesaan menggunakannya untuk penerangan. Oleh karenanya, pasar minyak tanah di daerah pedesaan berkaitan erat dengan reformasi sektor tenaga listrik dan membutuhkan pasokan listrik yang memadai.

LPG secara umum digunakan di seluruh dunia untuk memasak dan pemanas terutama di daerah yang tidak mendapat akses ke jaringan pipa gas. LPG merupakan bahan bakar yang bersih. Dua kekurangan LPG bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah mahalnya biaya awal pembelian gas serta isi ulang tabung.

Yang membedakan LPG dari bahan bakar lainnya adalah pengelolaan tabung. Dikarenakan LPG harus disimpan dalam kondisi bertekanan tinggi maka tabung logam sangat diperlukan. Untuk menutupi biaya pembuatan tabung maka diperlukan biaya deposit awal. Besarnya sekitar $20 dan ini belum termasuk biaya pembelian kompor LPG dan mungkin biaya pengiriman tabung. Oleh karenanya biaya awal penggunaan LPG ini sangat memberatkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.

Masalah lainnya adalah jaminan tersedianya pasokan tabung isi ulang. Untuk pasar dengan jumlah kecil dan lokasi terpencil, pengisian ulang kadang dilakukan seminggu sekali atau dua minggu sekali. Bagi pemakai yang tidak memiliki tabung LPG cadangan di rumah maka ini berarti tidak akan ada pasokan LPG selama dua minggu ke depan. Pemesanan dua tabung sekaligus untuk menghindari habisnya bahan bakar untuk memasak akan menambah biaya awal penggunaan LPG. Sekali lagi, pengiriman yang kadang-kadang untuk pengisian ulang tabung LPG menyulitkan masyarakat untuk beralih menggunakan LPG.

Salah satu pilihan untuk mengurangi biaya pembelian LPG yang begitu tinggi tersebut adalah melalui pengadaan tabung yang lebih kecil. Dengan tabung yang lebih kecil, biaya isi ulang maupun biaya tabung cadangan pun akan jauh lebih murah dan hal ini tidak memberatkan bagi rumah tangga dengan penghasilan rendah.

Untuk penjual LPG, pertimbangan pasar di daerah pedesaan, minimnya jumlah penduduk, infrastruktur jalan yang kurang baik, konsumsi LPG yang rendah, serta jarangnya frekuensi pemakaian menjadikan sulitnya membangun jaringan distribusi LPG secara komersial. Skala ekonomis yang tidak memadai di daerah pedesaan menjadi faktor utama terhambatnya akses masyarakat terhadap bahan bakar LPG.

Dalam pasar yang sudah dideregulasi, harga minyak tanah dan LPG dikaitkan dengan harga internasionalnya yang sering berfluktuasi dari waktu ke waktu. Tabel 2.1 menunjukkan harga rata-rata minyak tanah dan LPG dalam Arabian Gulf selama 10 tahun terakhir. Harga nominal minyak tanah dan LPG berkisar antara harga terendah sebesar US$12/barel pada Februari 1999 hingga harga tertinggi sebesar US$41/barel pada Oktober 2000. Sama dengan hal tersebut, harga nominal LPG berkisar antara US$93/metrik ton pada bulan Juli 1998 hingga mencapai US$370/metrik ton pada Januari 2003. Konsumen di India sampai sejauh ini masih terhindar dari gejolak harga yang berfluktuasi tersebut namun saat sektor perminyakan dan penetapan harga bahan bakar sudah mulai dideregulasi maka mereka sedikit demi sedikit mulai mendapat pengaruh dari fluktuasi harga di pasar internasional. Fluktuasi harga yang tinggi atas bahan bakar untuk memasak begitu mencemaskan rumah tangga para petani di pedesaan karena tidak memiliki pendapatan yang memadai. Oleh karenanya saat harga minyak tanah dan LPG begitu mahal mereka beralih ke kayu bakar yang harganya lebih kompetitif. Namun demikian ada kalanya harga kayu bakar bisa berfluktuasi tetapi tidak sebesar dengan apa yang terjadi pada harga minyak tanah ataupun LPG. Di daerah pedesaan dimana terdapat begitu berlimpah bahan bakar alternatif biomassa menjadikan minyak tanah dan LPG hanya terbatas digunakan oleh orang-orang kaya.


Pasar Minyak Tanah dan LPG di India

Pemerintah India dari dulu telah memberikan subsidi harga yang begitu besar untuk minyak tanah dan LPG. Subsidi bahan bakar tersebut secara khusus ditangani oleh 4 buah perusahaan minyak nasional yang dimasa lalu telah banyak menikmati keuntungan dari harga subsidi berupa jaminan return 12% setelah pajak dari nilai pendapatan. Jaminan pendapatan tetap ditambah dengan tersedianya pasar minyak tanah dan LPG domestik tanpa ada kekhawatiran direbut oleh pemain asing menjadikan fokus upaya di masa lalu ini ditujukan untuk investasi dan bukan untuk pemasaran maupun analisis pasar.

Tahun 1993 menjadi awal dari liberalisasi sektor perminyakan yang ditandai dengan masuknya pemasar swasta pertama. Perusahaan swasta secara historis hanya diberi izin untuk menjual bahan bakar impor tanpa subsidi. Tahun 1990an, setengah jumlah minyak tanah dan satu pertiga jumlah LPG di India dipenuhi melalui impor. Harga bahan bakar bersubsidi dijaga untuk tetap stabil selama harga internasional berfluktuasi dan hal tersebut membuat sulit bagi perusahaan swasta untuk memperluas pangsa pasar mereka. Perusahaan swasta secara realita hanya bisa bersaing melalui kualitas pelayanan seperti tepat waktunya layanan isi ulang tabung serta cepatnya pengiriman ke rumah-rumah. Meskipun demikian masyarakat masih sulit mendapatkan LPG bersubsidi mengingat terbatasnya penjual LPG.

Dalam pengumuman yang diterbitkan oleh surat kabar pada bulan November 1997, pemerintah telah menyiapkan jadwal mengenai pengurangan subsidi minyak tanah dan LPG secara bertahap. Kebijakan itu berisi ditetapkannya subsidi minyak tanah sebesar 33,3% dan LPG sebesar 15% khusus untuk keperluan rumah tangga. Pengurangan subsidi secara bertahap tersebut diharapkan akan selesai pada April 2002 namun kenyataannya meleset dari jadwal. Kemudian Pemerintah memutuskan bahwa subsidi minyak tanah dan LPG akan diberikan dengan nilai yang tetap dari Dana Konsolidasi sejak tanggal 1 April 2002.

Tahun fiskal 2002 – 2003 merupakan kali pertama subsidi bahan bakar dicantumkan secara eksplisit dalam anggaran nasional. Subsidi di sektor perminyakan merupakan yang kedua terbesar setelah subsidi makanan. Untuk subsidi minyak tanah dan LPG, Kementerian Keuangan mengalokasikan Rs 50 miliar (sekitar US$1 miliar), namun tingginya harga internasional menjadikan kebutuhan subsidi meningkat menjadi lebih dari Rs 100 miliar yang mana kemampuan maksimal pemerintah hanya mencapai Rs 63 miliar (Business Standard 2003). Kekurangan subsidi tersebut akhirnya ditanggung oleh 4 perusahaan minyak negara selama tahun fiskal tersebut yang jumlahnya mencapai Rs 30 miliar antara April hingga Desember 2002. Dalam menginterpretasikan angka ini sangat penting jika kita memperhatikan bahwa keempat perusahaan minyak negara tersebut terbebas dari seluruh pajak yang dikenakan pemerintah termasuk pula kewajiban impor minyak tanah dan LPG. Pertimbangan lain mengenai hal ini adalah sekitar setengah dari jumlah minyak tanah dan satu pertiga dari jumlah LPG yang dikonsumsi itu diproduksi secara lokal.

Angka subsidi tersebut besarnya sama dengan pengeluaran pemerintah pusat untuk pendidikan pada tahun fiskal 2002 – 2003. Anggaran Pemerintah Pusat mengalokasikan dana pendidikan untuk tahun fiskal 2002 – 2003 sebesar Rs 62 miliar dimana sebesar Rs 43 miliar disiapkan khusus untuk pendidikan dasar (The Tribune 2003). Untuk tahun fiskal 2003 – 2004 Kementerian Keuangan meningkatkan dana subsidi untuk minyak tanah dan LPG menjadi Rs 81 miliar (Business Standard 2003). Namun pada bulan Juni 2003, Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa subsidi minyak tanah dan LPG akan dihapuskan secara bertahap selama tiga tahun yang akan habis pada bulan April 2006. Kementerian Perminyakan dan Gas Alam dilaporkan juga mengumumkan periode bertahap selama lima tahun untuk mengurangi beban biaya recovery perusahaan minyak negara yang ada sejak tahun fiskal 2002 – 2003.

Perbandingan Pengeluaran untuk Bahan Bakar

Sangatlah informatif jika membandingkan biaya operasional minyak tanah dan LPG bersubsidi dengan tanpa subsidi. Hal utama yang mempengaruhi pilihan rumah tangga adalah seberapa banyak pengeluaran yang harus dilakukan untuk keperluan memasak dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Disini, memasak diambil sebagai gambaran mengingat aktivitas tersebut menyerap sebagian besar penggunaan energi di rumah tangga (World Bank 2002). Tabel 2.2 membandingkan biaya per unit energi yang siap dipakai yang terdiri atas harga bersubsidi dan non subsidi. Hanya sedikit data yang tersedia di India mengenai efisiensi kompor dan data yang bisa didapatkan tersebut hanyalah gambaran umum saja tanpa perhitungan yang spesifik. Saat kompor LPG disiapkan untuk beroperasi dengan tingkat efisiensi 60% atau lebih tinggi lagi, pengukuran di lapangan menunjukkan efisiensi yang lebih rendah dari perhitungan semula. Perhitungan pada table mengasumsikan efisiensi kompor sebesar 50% untuk kompor LPG, 35% untuk kompor sumbu, dan 40% untuk kompor minyak tanah tekanan tinggi. Pada asumsi dasar tingkat efisiensi, satu tabung LPG berukuran 14,2 kg ekivalen dengan 21 liter minyak tanah cair dan 19 liter minyak tanah berbentuk gas. Dengan dimasukkannya biaya energi dalam rupee/mega joule akan terlihat jika LPG lebih mahal dibandingkan minyak tanah. Tingginya biaya awal pengoperasian LPG menjadikan harga LPG lebih mahal.

Harga bahan bakar bersubsidi yang diamati pada bulan Februari 2003, yang mana tidak sesuai dengan kementerian keuangan maupun perminyakan, besarnya mencapai Rs 240/bulan jika memasak dengan LPG. Asumsi biaya memasak ini menggunakan satu tabung per bulan yang mewakili cara memasak masyarakat perkotaan. Angka Rs 170 dan Rs 190 untuk keperluan memasak dengan minyak tanah adalah tidak realistis, sebab hanya sebagian kecil rumah tangga yang mampu membeli minyak tanah sebanyak 20 liter per bulannya dari Sistem Distribusi Publik/PDS/Pengecer. Kemungkinan mereka mendapatkan minyak tanah untuk memasak tersebut dari pasar minyak tanah paralel. Tanpa subsidi, biaya memasak mencapai Rs 310 – 350 per bulan jika menggunakan minyak tanah dan Rs 470 per bulan jika menggunakan LPG saat harga mengikuti pasar internasional pada Februari 2003.


Unit Pengembangan Data dan Media
BBMWATCH Research Indonesia

No comments: