Saturday, September 29, 2007

Rumusan Penanggulangan Kelangkaan BBM

Rancangan & Usulan Bahan Rumusan Untuk Penyusunan Kebijakan Penanggulangan Kelangkaan BBM

Disusun Oleh :
ARULAN HATTA
Direktur Eksekutif
BBMWATCH Research Indonesia

EVALUASI PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BBM DALAM RANGKA PENANGGULANGAN KELANGKAAN BBM

POKOK BAHASAN
1. PENDAHULUAN
2. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN PENYEBAB KELANGKAAN BBM
3. DEFINISI KELANGKAAN BBM
4. PEDOMAN UMUM PENCEGAHAN KELANGKAAN BBM
5. TANGGAP DARURAT PENANGGULANGAN KELANGKAAN BBM
6. OPTIMALISASI SISTEM PENGAWASAN BBM NASIONAL
7. PENGATURAN ASPEK KELEMBAGAAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF.
8. OPTIMALISASI SISTEM DAN INFRASTRUKTUR PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BBM
- RE-EVALUASI MEKANISME PENETAPAN KUOTA-ALOKASI BBM, KHUSUSNYA MINYAK TANAH.
- RE-EVALUASI DAN PENETAPAN SISTEM DISTRIBUSI MINYAK TANAH.
- OPTIMALISASI POLA DISTRIBUSI BBM UNTUK DAERAH TERPENCIL
- PENETAPAN POLA DISTRIBUSI BBM REGULER, ALTERNATIF, DAN EMERGENCY.
- PROGRAM PENGAWASAN MINYAK MENTAH KPS
- OPTIMALISASI DAN PENGEMBANGAN KILANG NASIONAL
- OPTIMALISASI INFRASTRUKTUR PENGANGKUTAN BBM
- OPTIMALISASI INFRATRUKTUR PENYIMPANAN BBM
- PERENCANAAN CADANGAN BBM NASIONAL
- PERENCANAAN CADANGAN MINYAK STRATEGIS.


PENDAHULUAN

1. Rasionalisasi
- Salah satu penyebab utama kelangkaan BBM adalah karena belum optimalnya kebijakan yang ada.
- Suatu pedoman/ peraturan diperlukan agar proses pengambilan keputusan memiliki suatu acuan dan arah yang standar, jelas, serta efektif.
- Hingga kini, belum ada kebijakan yang mengatur secara khusus mengenai penanggulangan kelangkaan BBM di Indonesia sehingga penanganannya cenderung lamban dan terkesan ada saling lempar tanggung jawab antar stakeholder.
- Rumusan kebijakan ini disusun berdasarkan analisis data lapangan, pengkajian peraturan/ perundang-undangan terkait, serta diskusi dengan beberapa stakeholder terkait dan menguasai.

2. Dasar Hukum
- Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
- Peraturan Pemerintah No 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
- Peraturan Presiden No 71 tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.


3. Bentuk Rumusan Kebijakan
- Bahwa Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi adalah representasi dari Pemerintah sebagai pembuat/ penyusun kebijakan makro.
- Agar kebijakan nanti bisa juga teknis dalam menanggulangi kelangkaan BBM, maka bahan dari kajian ini dipersiapkan sebagai rumusan kebijakan dalam bentuk “Pedoman Umum” yang nantinya bisa ditetapkan dalam format Keputusan Dirjen/ Keputusan Menteri.

4. Kegunaan & Status Pedoman
- Tujuan pedoman umum ini adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai penanggulangan kelangkaan BBM yang dapat digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah beserta stakeholder yang lain. Sehingga akan diperoleh kesepahaman yang sama dalam penanggulangan kelangkaan BBM.
- Selanjutnya untuk peningkatkan efektifitas dalam pelaksanaannya, Pemerintah senantiasa harus melakukan kajian dan penyempurnaan terhadap pedoman ini yang hasilnya diterbitkan secara berkala dan didiskusikan dengan stakeholder terkait.

5. Beberapa Hal Krusial Yang Harus Diperhatikan Stakeholder
- Perlu penangangan dan penaggulangan yang cepat dan tepat terhadap kelangkaan BBM. Di beberapa wilayah, yang mengalami kelangkaan BBM umumnya terjadi dalam rentang waktu yang lama (lebih dari 1 minggu);
- Kelangkaan BBM di daerah terpencil umumnya disertai dengan lonjakan harga eceran yang sangat tinggi diatas kewajaran, padahal daerah terpencil ini umumnya memiliki rasio kemiskinan yang lebih besar.
- Pemberitaan terhadap kelangkaan BBM di suatu wilayah umumnya tidak proporsional dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga seolah memojokkan peran Pemerintah/ Badan Regulasi/ Pemerintah yang dianggap gagal dalam mendistribusikan BBM.

6. Perspektif Kebijakan
- Dalam perspektif kebijakan, penanggulangan/ pencegahan kelangkaan BBM dapat dilakukan melalui 7 (tujuh) kegiatan utama:
1. Merumuskan Definisi “Kelangkaan BBM”
2. Merumuskan Langkah-Langkah Pencegahan Kelangkaan BBM
3. Merumuskan Langkah Tanggap Darurat Penanggulangan Kelangkaan BBM;
4. Optimalisasi Sistem Pengawasan Kelangkaan BBM
5. Pengaturan fungsi koordinasi dan pelaporan lembaga dan penetapan sanksi administratif.
6. Optimalisasi sistem dan pengembangan infrastruktur dalam penyediaan BBM;
7. Optimalisasi sistem dan pengembangan infrastruktur dalam Pendistribusian BBM;


FAKTOR-FAKTOR DOMINAN PENYEBAB KELANGKAAN BBM

1. Klasifikasi Faktor Dominan
Berdasarkan temuan lapangan serta penulusuran data sekunder maka ditemukan berbagai macam modus kelangkaan BBM. Pada prinsipnya faktor-faktor dominan penyebab kelangkaan BBM dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok besar:
- Faktor Alam
- Faktor Teknis
- Faktor Ekonomis
- Faktor Kebijakan

1.1 FAKTOR ALAM
Kelangkaan BBM Karena Faktor Alam
- Kelangkaan BBM Karena Faktor Alam adalah suatu kondisi dimana kelangkaan BBM terjadi karena kondisi alam yang tidak mendukung moda dan jalur transportasi sehingga distribusi BBM menjadi terganggu atau terhambat sama sekali.

- Berdasarkan hasil survey dan penelusuran data, kelangkaan BBM yang disebabkan oleh faktor alam ini diantaranya:
1. Gangguan cuaca
2. Jalan/ jembatan rusak akibat gejala alam/ bencana
3. Geografis (pegunungan, pedalaman) yang sulit
4. Pendangkalan sungai/ laut/ Pelabuhan sehingga kapal yang mengangkut BBM menjadi tidak dapat/ terganggu dalam memasok BBM pada suatu Depo/ Instalasi/ terminal/ lembaga penyalur.

1.2 FAKTOR TEKNIS

Kelangkaan BBM Karena Faktor Teknis

- Kelangkaan BBM karena Faktor Teknis adalah suatu kondisi dimana kelangkaan BBM terjadi karena sisi pasokan (supply side) dalam hal ini sistem dan infrastruktur penyediaan dan pendistribusian yang terganggu atau kurang optimal, sehingga distribusi BBM menjadi terganggu atau terhambat sama sekali.

- Dari temuan lapangan yang bisa masuk dalam kelangkaan yang disebabkan faktor teknis ini disebabkan oleh:
+ Infrastruktur yang rusak/ perlu perawatan
+ Jumlah/ kapasitas infratruktur penyimpanan dan pengangkutan yang kurang
+ Kompleksitas tata niaga minyak tanah
+ Penyebaran infrastruktur penyimpanan serta lembaga penyalur yang kurang merata
+ Pola pengaturan pengisian di depo dari tangker yang kurang teratur (Antrian).


1.3 FAKTOR EKONOMIS

Kelangkaan BBM Karena Faktor Ekonomis

- Kelangkaan BBM Karena Faktor Ekonomis adalah suatu kondisi dimana kelangkaan BBM terjadi karena sisi permintaan (demand side) meningkat melebihi sisi pasokan sehingga terjadi ketidakseimbangan.

- Dari kegiatan survey dan pengumpulan data sekunder maka umumnya kelangkaan BBM yang disebabkan karena faktor ekonomis ini terjadi karena beberapa hal diantaranya:
+ Pertumbuhan Penduduk
+ Pertumbuhan Ekonomi dan Industri
+ Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
+ Kondisi musim tertentu (panen, lebaran, dll)
+ Aspek psikologis (Panic buying)
+ Disparitas Harga (Maraknya penyalahgunaan)


1.4 FAKTOR KEBIJAKAN

Kelangkaan BBM Karena Faktor Kebijakan
- Kelangkaan BBM karena Kebijakan adalah suatu kondisi dimana kelangkaan BBM terjadi karena adanya kebijakan pemerintah/ badan regulasi/ badan usaha/ pemerintah daerah/ lembaga penyalur yang kemudian mengakibatkan seimbangnya/ terganggunya pasokan BBM dibandingkan dengan permintaan/ kebutuhan yang ada.
- Berdasarkan hasil survey dan pengumpulan data, kelangkaan BBM yang disebabkan oleh faktor kebijakan ini diantaranya:
+ Penetapan kuota dan alokasi yang kurang tepat
+ Pengawasan yang tidak optimal
+ Pengaturan distribusi yang tidak baik.
+ Koordinasi antar stakeholder yang tumpang tindih/ berjalan
+ Maraknya penyalahgunaan karena tidak ada sanksi yang jelas


DEFINISI KELANGKAAN BBM

Temuan Lapangan
Berdasarkan kegiatan survey dan pengumpulan informasi/ wawancara diperoleh:
- Dari sisi waktu, kelangkaan BBM umumnya memiliki rentang waktu mulai dari 2 (dua) hari hingga 3 (tiga) bulan.
- Umumnya kelangkaan BBM yang terjadi disertai dengan lonjakan harga eceran mulai dari 10% hingga diatas 100%.
- Kelangkaan BBM umumnya ditunjukkan dengan kondisi visual terjadinya antrian orang membeli BBM yang diperkuat dengan adanya penjatahan BBM.
- Kelangkaan BBM yang terjadi umumnya dipersepsikan sebagai tidak tersedianya BBM di titik penjualan (lembaga penyalur dan pengecer) dalam suatu wilayah mulai dari tingkat kelurahan-kabupaten/ kota.


Definisi Saat Ini
Definisi umum soal kelangkaan BBM saat ini:
- Bagi Media dan Publik, Kelangkaan BBM bisa didefinisikan: “Antrian Masyarakat Membawa Jerigen Minyak Tanah, atau Antrian Kendaraan Bermotor di SPBU yang ingin membeli premium dan Solar dan disertai dengan penjatahan”
- Bagi Pertamina, kelangkaan BBM relatif tidak pernah terjadi, yang terjadi adalah terhambatnya pasokan BBM ke suatu lokasi, sedangkan stok BBM masih ada (status aman)
- Bagi Pemerintah Daerah, bahwa kelangkaan BBM didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana masyarakat sulit mendapatkan BBM baik karena pasokan yang kurang, terhambat, ataupun karena kuota/ alokasi yang diberikan memang sudah tidak mencukupi.
- Bagi BPH Migas, kelangkaan BBM hanya didefiniskan sebagai ketidaktersediaan BBM dalam kurunwaktu tertentu.
Permasalahan
- Antara stakeholder (Pemerintah, Badan Pengatur, badan Usaha, Pemerintah Daerah, lembaga penyalur, serta konsumen akhir) memiliki pemahaman yang berbeda soal kelangkaan karena kepentingan yang berbeda.
- Hingga kini belum ada keseragaman dalam definisi dan kriteria-kriteria suatu daerah dikatakan mengalami kelangkaan BBM. Dari pemantauan di lapangan antara stakeholder terkait umumnya memiliki persepsi yang berbeda terhadap kelangkaan BBM.
- Demikian juga halnya antara pemberitaan media dengan kejadian nyata (factual) di masyarakat. Akibatnya, dengan adanya perbedaan terhadap definisi ini telah menyebakan terjadinya mis-persepsi soal kelangkaan BBM.
- Definisi kelangkaan umumnya tidak terlalu detail menjelaskan kriteria sehingga seringkali menimbulkan mis-persepsi.


Bahan Rumusan
Rancangan Definisi Kelangkaan BBM:
- Perlu ditetapkan oleh Pemerintah Definisi dan Kriteria suatu daerah dikatakan langka BBM agar lebih jelas dan standar sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran persepsi (mis-persepsi)
- Sebagai kerangkanya, definisi/ kriteria kelangkaan BBM harus mencakup beberapa hal seperti:
+ Berapa “batas psikologis” stok BBM pada saat kelangkaan?
+ Berapa lama kejadian tersebut berlangsung?
+ Di titik mana kelangkaan tersebut terjadi?
+ Sampai wilayah adminitratif/ radius berapa kelangkaan terjadi?
+ Seberapa besar lonjakan harga eceran?
+ Hal-hal lain yang dianggap pendukung (Antrian/ penjatahan)


Usulan Definisi (Minyak Tanah)
Suatu kondisi bisa disebut “Kelangkaan Minyak Tanah” apabila memenuhi setidaknya 5 (lima) kriteria berikut:
- Terjadi lonjakan harga eceran ditingkat penyalur resmi (Pangkalan) dan pengecer sebesar minimal 20% dari harga kondisi normal.
- Minyak Tanah yang tersedia di Pangkalan dan pengecer kurang dari 10% dari kondisi normal selama kelangkaan terjadi.
- Minyak Tanah tidak tersedia dalam radius minimum 10 km dari wilayah terindikasi langka atau dalam satu wilayah administratif setingkat kelurahan/ Desa.
- Terjadi antrian warga pangkalan setidaknya 3 (tiga) hari berturut-turut.
- Ada penjatahan maksimal 5 (lima) liter per Rumah Tangga selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
- Minyak Tanah yang tersedia di Depo penyuplai kurang dari 50% kondisi normal.
- Terjadi dalam kurun waktu lebih dari 3 (tiga) hari berturut-turut.

Usulan Definisi (Premium dan Solar di SPBU)
Suatu kondisi bisa disebut “Kelangkaan Premium dan Solar” apabila memenuhi setidaknya 5 (lima) kriteria berikut:
- Terjadi dalam kurun waktu lebih dari 3 (tiga) hari berturut-turut.
- Terjadi lonjakan harga eceran ditingkat penyalur resmi (SPBU) dan pengecer sebesar minimal 10% dari harga kondisi normal.
- Premium atau solar yang tersedia di tingkat penyalur resmi dan pengecer kurang dari 10% dari kondisi normal selama kelangkaan terjadi.
- Premium atau solar tidak tersedia dalam radius minimum 15 km dari wilayah terindikasi langka atau dalam satu wilayah administratif setingkat kecamatan.
- Terjadi antrian warga/ kendaraan di SPBU hingga keluar dari area SPBU setidaknya 3 (tiga) hari berturut-turut.
- Ada penjatahan setidaknya 5 (lima) liter per kendaraan roda 4 setidaknya selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
- Premium atau solar yang tersedia di Depo penyuplai kurang dari 50% kondisi normal.


PENCEGAHAN KELANGKAAN BBM
Pencegahan terhadap kelangkaan BBM dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan:
- Pengawasan intensif/ khusus pada daerah-daerah yang telah diklasifikasikan secara berkala sering mengalami kelangkaan.
- Perbaikan dan pengembangan terhadap pola dan moda distribusi pada wilayah-wilayah yang seringkali mengalami kelangkaan BBM karena faktor alam.
- Penggunaan Early Warning System terhadap neraca volume stok BBM yang ada di tingkat Depo (pengaturan stok optimal).
- Penekanan dan sosialisasi kepada badan usaha/ lembaga penyalur akan adanya sanksi administrasi jika terjadi kelangkaan BBM di wilayah kerjanya.
- Badan usaha wajib melaporkan/ mempresentasikan alokasi dan kesimbangan supply-demand BBM diwilayah kerjanya kepada Pemerintah setiap bulan sekali.
- Lembaga penyalur wajib melaporkan volume, titik dan wilayah penyaluran BBM setiap bulan sekali kepada Pertamina dan Pemerintah Daerah.
- Setiap bulan, Pemerintah Daerah wajib membuat laporan kepada Pertamina mengenai keseimbangan estimasi tingkat kebutuhan serta volume pasokan BBM diwilayahnya.
- Perlu dilakukan “Audit Berkala Angka Penjualan” oleh Badan Usaha terhadap lembaga penyalur yang ada didaerahnya.
- Sosialisasi kepada lembaga penyalur, badan usaha, Pemerintah Daerah mengenai beberapa kegiatan operasional yang dilarang di tingkat lembaga penyalur (sesuai UU dan Peraturan yang berlaku nasional)

TANGGAP DARURAT PENANGGULANGAN KELANGKAAN BBM
Kondisi Faktual di Lapangan
Berdasarkan penelusuran data dan survey di lapangan diperoleh temuan sebagai berikut:
- Suatu kondisi kelangkaan umumnya tidak tertanggulangi dengan baik oleh badan usaha dimana dari survey yang dilakukan serta berdasarkan hasil analisis monitoring berita kelangkaan ternyata kondisi kelangkaan umumnya berjalan berlarut-larut hingga lebih dari 1 (satu) minggu. Ini membuktikan bahwa tanggap darurat (quick response) terhadap kelangkaan BBM masih berjalan belum dengan baik.
- Keberadaan BPH Migas selama ini terhadap penanggulangan kelangkaan masih hanya sebatas melakukan kunjungan lapangan (site visit) secara sampling dan terbatas pada pengumpulan data.

Kondisi Faktual di Lapangan
- Selama ini Pertamina hanya fokus dalam penyiapan skenario pasokan, namun tidak utuk distribusi. Dari semua UPMS Pertamina yang didatangi dan dimintai data, mereka hanya bisa menunjukkan gambaran pola suplai untuk 3 (tiga) kondisi yaitu reguler, alternatif, dan emergency. Sedangkan untuk pola distribusi untuk kondisi yang sama belum tersedia. Apabila terjadi kelangkaan umumnya hanya melakukan Operasi Pasar.
- Pada saat kelangkaan BBM terjadi, Pemerintah Daerah cenderung mendapat respon yang kurang cepat dari Pertamina. Belum lagi terkadang di beberapa daerah terjadi koordinasi yang kurang baik antara Pemerintah Daerah dan Pertamina dalam melaksanakan tanggap darurat penanggulangan kelangkaan BBM karena tidak ada pedoman umum yang disepakati bersama.


Langkah Tanggap Darurat
- Yang dimaksud “tanggap darurat” adalah proses penyelenggaraan (intervensi) oleh badan usaha selambat-lambatnya pada hari ke-3 mulai kondisi kelangkaan dilaporkan/ diberitakan.

Langkah Tanggap Darurat:
- Dalam kondisi darurat, Badan Usaha (Pertamina) dapat langsung melakukan operasi pasar (OP) tanpa harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan lembaga penyalur, untuk itu Badan Usaha wajib menyediakan angkutan khusus milik badan usaha.
- Operasi Pasar akan terus dilakukan di lokasi terjadinya kelangkaan hingga kondisi pasokan BBM di wilayah tersebut tertangani dengan baik. Langkah ini juga dalam upaya stabilisasi harga eceran.
- Pemerintah daerah (Tingkat II) pada lokasi terjadinya kelangkaan BBM, dapat langsung berkoordinasi dengan Pertamina (UPMS/ Cabang/ Depo) untuk penanggulangan kelangkaan BBM secara efektif dan efisien.
- Sebagai pelaksana kebijakan teknis Pemerintah, BPH Migas harus melakukan Counter Issue (melalui mekanisme siaran pers) apabila kelangkaan ini diberitakan melalui media. Untuk itu harus ada koordinasi dan kerjasama antara BPH Migas dengan instansi terkait di daerah (Pertamina, Pemda, dan aparat lainnya).
- Dalam kondisi tertentu dimana kelangkaan BBM terjadi secara meluas dan cenderung terjadi pada daerah yang “politis” maka, BPH Migas harus melakukan kunjungan lapangan (Site Visit) dan melakukan siaran pers untuk dilaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.


OPTIMALISASI SISTEM PENGAWASAN TERHADAP KELANGKAAN BBM
Fakta Lapangan
Berdasarkan hasil survey dan pengumpulan data:
- Masih maraknya kelangkaan BBM yang disebabkan karena adanya penyalahgunaan BBM yang bukan peruntukkan semestinya. Ini membuktikan bahwa pengawasan yang ada saat ini masih sangat lemah.
- Selama ini peristiwa kelangkaan BBM umumnya diketahui melalui pemberitaan media sehingga memberikan kesan Pemerintah dan Pertamina “kalah cepat” dalam mengidentifikasi adanya kelangkaan BBM. Ini membuktikan belum optimalnya sistem pengawasan terhadap kelangkaan BBM.
- Peran pemerintah daerah dalam pengawasan distribusi BBM ternyata lebih terlihat dibandingkan lembaga-lembaga yang lain (Pertamina, BPH Migas, Hiswana).
- Masih banyak ditemukan suatu kondisi dimana lembaga pengawas yang ada di lapangan bekerja tidak sistematis, seringkali terjadi benturan kepentingan di lapangan.


Permasalahan
- Pemerintah sebenarnya telah menyusun suatu sistem dan organisasi pengawasan nasional. Secara konsep sudah nampak bagus, namun dalam implementasinya masih sangat kurang.
- Sistem pengawasan BBM yang direncanakan selama ini belum berjalan optimal, dimana terlihat bahwa BPH Migas cenderung tidak akomodatif (koordinasi dan pelaporan) terhadap stakeholder yang lain serta cenderung berjalan sendiri.
- Disamping itu belum adanya standar operasional dan prosedur/ pedoman umum terhadap penanggulangan kelangkaan BBM membuat pengawasan kelangkaan BBM di Lapangan menjadi tidak optimal.


Optimalisasi dan Alternatif Kebijakan:
- Pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM harys dilakukan secara kontinyu dan konsisten. Pengawasan yang baik akan menjadi “early warning system” yang baik.
- Pengawasan dalam format investigasi harus dilakukan secara periodik dan random pada lembaga penyalur yang ada sehingga akan selalu diperoleh data yang akurat.
- Dalam menjalankan pengawasan, Pemerintah dapat melibatkan publik sebagai subjek. Harus dibuat sebuah sistem pelaporan yang murah dan mudah digunakan (user friendly) oleh publik. Sistem ini juga hendaknya dibuat dalam sistem informasi yang terbuka.
- BPH Migas sebagai badan pengawas independen bentukan Pemerintah agar lebih melibatkan peran stakeholder lain sesuai dengan organisasi pengawasan serta job description yang telah disepakati (Terlampir).
- Perlu dibuat pengawasan khusus pada daerah-daerah yang sercara berkala mengalami kelangkaan, daerah terpencil, serta daerah yang memiliki nilai politis tinggi.


PENGATURAN KELEMBAGAAN DAN SANKSI ADMINISTRASI
Kondisi Faktual Lapangan
Berdasarkan analisis terhadap data survey:
- Dalam konteks terjadinya kelangkaan BBM, maka masyarakat umumnya menyorotinya sebagai kesalahan Pemerintah/ Pertamina. Pertamina dinilai telah gagal dalam melakukan pendistribusian BBM, sehingga harus diberikan sanksi sebagai efek jerah dan lebih ada tanggung jawab.
- Hal lain, masyarakat juga menilai bahwa antara Pemerintah Daerah, Pertamina, Lembaga Penyalur cenderung saling lempar tanggung jawab apabila kelangkaan BBM terjadi.

Permasalahan
- Pihak Pertamina belum bisa sepenuhnya memahami posisinya sebagai badan usaha yang “bekerja” untuk Pemerintah. Akibatnya Pertamina cenderung tidak memahami fungsi koordinasi dan pelaporan terhadap Pemerintah cq Ditjen Migas.
- Selama ini hnya diatur secara tegas mengenai margin (keuntungan) Badan Usaha yang ditunjuk sebagai pelaksana/ penanggungjawab Public Service Obligation (PSO). Sedangkan mengenai sanksi bagi badan usaha apabila tidak dapat menjaga kondisi pasokan dan Pendistribusian BBM dari kelangkaan hingga kini belum diatur secara tegas. Kondisi ini telah menyebabkan Badan Usaha akan lebih berorientasi pada keuntungan perusahaan.
- Hal lain adalah fungsi regulasi oleh badan pengatur seperti yang diamanahkan Peraturan/ perundang-undangan belum berjalan dengan baik. Perlu juga diatur sanksi administratif untuk badan regulasi serta lembaga penyalur hingga konsumen akhir yang secara langsung atau tidak mengakibatkan kelangkaan terjadi atau tidak teratasinya kondisi tersebut dengan baik.


Usulan Kebijakan Alternatif

Kelembagaan & Sanksi Administrasi
- Pemerintah cq Ditjen Migas adalah pemegang kekuasan tertinggi dalam struktur kelembagaan sektor hilir migas diatas fungsi regulator (BPH Migas), badan usaha, serta lembaga penyalur. Untuk itu perlu diatur suatu fungsi koordinasi dan pelaporan yang lebih jelas sesuai dengan peraturan/ perundangan yang berlaku.
- Hal yang utama diatur adalah Badan Usaha yang ditunjuk sebagai pelaksana/ penanggungjawab Public Service Obligation (PSO) harus diterapkan secar tegas prinsip Reward and Punishment. Badan usaha disamping mendapatkan penggantian biaya dan margin, juga harus diberikan sanksi apabila tidak dapat menjaga kondisi pasokan dan Pendistribusian BBM dari kelangkaan;
- Perlu juga diatur sanksi administratif untuk badan regulasi serta lembaga penyalur hingga konsumen akhir yang secara langsung atau tidak mengakibatkan kelangkaan terjadi atau tidak teratasinya kondisi tersebut dengan baik.

No comments: